Antara Kematian Hendri Bakarie dan Joko Tjandra
Kematian Hendri Bakarie, warga Batam, Kepulauan Riau, seperti menguatkan bila kekerasan masih menjadi alat interogasi kepolisian. Hendri, ditangkap polisi dengan dugaan terlibat jaringan penjualan sabu-sabu. Namun selang beberapa hari kemudian Hendri dikabarkan kepolisian sudah meninggal dengan sekujur luka lebam dan kepalanya dibungkus plastik bening yang dilakban.
Pihak kepolisian menyatakan Hendri meninggal karena penyakit asma. Namun keluarga membantah bila korban punya riwayat penyakit itu. Kini keluarga korban membawa kasus ini ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Mereka pun berencana membawa masalah ini ke ranah pidana. Mereka ingin ada yang bertanggung jawab atas kematian Hendri.
Komentar
Kepolisian Republik Indonesia sepertinya terus menjadi sorotan, terutama dalam tindak kekerasan pada warga. Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), pada tahun 2019 terjadi 62 penyiksaan dan 48 kasus (77,4 persen) di antaranya dilakukan oleh polisi. Pada April hingga Agustus 2020, terdapat 5 peristiwa penyiksaan dengan korban sebanyak 13 orang. Jika dijumlah, berdasarkan laporan Hari Bhayangkara ke-74: Tak Kenal Prioritas, Semua Diterabas, polisi telah melakukan 921 kekerasan yang mengakibatkan 1.627 jiwa luka-luka dan 304 orang tewas.
Di sisi lain, Kepolisian Republik Indonesia tengah disorot dalam kasus koruptor Joko Tjandra, dimana melibatkan sejumlah perwira tinggi kepolisian yang membantu kepulangan Joko Tjandra ke tanah air untuk mengurus PK perkaranya.
Meski kemudian ditangkap aparat kepolisian di Malaysia, namun publik kadung melihat perlakuan beda antara seorang koruptor dengan warga lain meski baru terduga melakukan tindak kejahatan. Rakyat kecil tersiksa, tapi pejabat dan pengusaha meski korupsi seperti diperlakukan istimewa.
Catatan buruk ini tak akan selesai selama hukum dan pola pembentukan mental penegak hukum tidak berlandaskan pada akidah Islam dan dijalankan sesuai Syariat Islam. Dalam aturan Islam, negara dan aparat senantiasa diingatkan akan kewajiban dari Allah untuk melindungi harta, kehormatan dan darah manusia. Sabda Nabi SAW.:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“_Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.”_ (HR. Nasai & Turmudzi 1455).
Hanya dalam aturan Islam, negara dan aparat penegak hukum akan menghormati kehidupan, dan tidak membeda-bedakan perlakuan hukum. Namun dalam negara kapitalis, seringkali hukum dapat ditawar dengan uang dan kekuasaan.[]