Sekretaris Pers Gedung Putih, Caroline Leavitt, menyatakan pada 4 November 2025 bahwa Washington bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mengakhiri konflik di Sudan. Ia menambahkan, “Amerika secara aktif terlibat dalam upaya mencapai solusi damai untuk konflik yang mengerikan di Sudan. Kami secara rutin berhubungan dengan mitra-mitra Arab kami. Kami ingin konflik ini berakhir secara damai. Namun kenyataannya, situasi di lapangan sangat kompleks.” Di sini, Amerika menyatakan bahwa mereka mencampuri urusan dalam negeri Sudan, mengelola konflik, dan memanfaatkan pihak-pihak yang disebutnya mitra Arab, yang tidak lebih dari sekadar antek yang tunduk padanya dan Barat. Pada akhirnya, yang dimaksud dengan “damai” adalah menerima para pemberontak dari Pasukan Dukungan Cepat, Rapid Support Forces (RSF) dan menyetujui tindakan keji mereka dalam persiapan untuk memisahkan wilayah Darfur dari Sudan.
Pada 4 November 2025, Menteri Pertahanan Sudan Hassan Kabaroun berkata, “Kami berterima kasih kepada pemerintahan Trump atas upaya dan usulannya untuk mencapai perdamaian.” Apakah ini kebodohan atau kesetiaan kepada penjajah kafir?! Ia berterima kasih kepada pemerintahan negara penjajah yang menghancurkan Sudan dengan memicu konflik antara antek-anteknya, Burhan dan Hamdan Dagalo (Hemedti), sebagaimana mereka menghancurkan Afghanistan, Irak, dan Gaza. Sungguh Menteri Pertahanan Sudan ini telah menipu dirinya sendiri dengan berpikir bahwa mereka menginginkan perdamaian, tidak sama sekali, mereka hanya berusaha untuk mencapai proyek-proyek penjajahannya.
Pada 3 November 2025, Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelaty bertemu dengan Utusan Khusus AS untuk Afrika, Massad Boulos, di Kairo. Abdelaty menekankan “pentingnya upaya bersama untuk mencapai gencatan senjata kemanusiaan dan gencatan senjata di seluruh Sudan, yang akan membuka jalan bagi dimulainya proses politik yang komprehensif di negara tersebut.” Ini artinya, bahwa Mesir yang tunduk kepada Amerika dan yang digambarkan Trump sebagai salah satu mitra Arab, mendukung rencana Amerika untuk membiarkan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) menguasai El Fasher dan membiarkan Darfur jatuh ke tangan mereka, lalu memisahkannya dari Sudan atas nama proses politik.
Dalam Jawab Soal yang dikeluarkan oleh pemimpin Hizbut Tahrir, ulama terkemuka Ata bin Khalil Abu Rasytah, pada 11/3/2025, mengenai “Sudan, Setelah Pasukan Dukungan Cepat Menguasai El Fasher”, beliau merinci apa yang terjadi dan bagaimana kejadiannya, hingga beliau berkata: “Dan di atas realitas yang terjadi, Presiden Amerika Trump membanggakan bahwa ia adalah pembawa perdamaian dan yang akan mengakhiri perang. Melalui semua itu, Amerika, dengan cara yang hampir jelas dan tegas, melanjutkan rencananya dan dengan langkah-langkah yang dipercepat untuk memecah belah Sudan dan memisahkan wilayah Darfur darinya, sebagaimana sebelumnya memisahkan wilayah selatan Sudan. Sungguh inilah yang telah berulang kali kami peringatkan.” Hizbut Tahrir menyerukan kepada mereka yang berakal dan memiliki kekuatan mental di kalangan militer untuk bertindak menggagalkan rencana Amerika, menyerahkan kekutan Sudan ke tangan orang-orang mukhlis, dan memberikan nushrah (dukungan dan pertolongan) kepada Hizbut Tahrir yang telah lama meneriakkan, memperingatkan, dan menyerukan tegaknya Islam, sehingga negara Islam, Khilafah Rasyidah kedua ‘ala minhājin nubuwah, dapat didirikan dari Sudan (hizb-ut-tahrir.info, 6/11/2025).
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat