Alumni Lemhanas: Yang Merusak Negara Ini Koruptor, Bukan Radikal Radikul

Mediaumat.id – Alumni Lemhamnas RI PPRA LVIII 2018 Dr. Anton Permana mengatakan yang merusak negara ini koruptor, bukan radikal radikul.
“Sebenarnya yang merusak negara ini koruptor dan para oligarki yang merampok sumber daya alam (bukan radikal radikul). Tapi kenapa kemudian yang dibenci Habib Rizieq? Kapan dia memakan APBN? Kapan dia ngelola tambang gitu?” kesalnya dalam Perspektif PKAD: Gawat!!! Kontestasi Nasional Dalam Cengkraman Oligarki, Selasa (15/11/2022) di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.
Anton juga menyatakaan, pihak yang merusak negeri ini adalah narkoba, sikap materialisme, hedonisme, dan kapitalisme. “Kemudian kenapa yang disalahkan adalah radikal radikul? Di mana korelasinya coba? Mana yang dirusak radikal radikul, intoleran itu sebenarnya? Ini pesan sederhana. Artinya ini ghazwul fikri (perang pemikiran) ini yang kita bahas,” paparnya.
Ia pun merasa heran dengan sikap-sikap yang membenci Arab. “Pak, mungkin saya bodoh nih Bapak, saya boleh tanya enggak? Yang menjajah bangsa Indonesia ini kan bangsa Eropa, dari dulu Belanda, Inggris, sampai Jepang. Terus kok kita bencinya sama Arab?” ungkapnya.
Maka, ia pun mengajak masyarakat bersama-sama menggalang kekuatan untuk mengubah keadaan yang tidak adil ini.
“Ada istilah daripada kita meratapi ketidakadilan, lebih bagus kita bersama-sama menggalang poros kekuatan. Artinya, ini udah kita ngapain basa-basi lagi, Pak? Yakinlah! Insyaallah ya, ini kan baru berapa puluh tahun sih mereka berkuasa, baru enam masa kan mereka berkuasa. Masa Islam itu jaya luar biasa 1333 tahun ya, kalau enggak salah Islam berkuasa. Kita hanya mengetahui ya, kita jangan sampai merasa kita inferior ya,” serunya.
Selain harus menggalang kekuatan dan tidak boleh kalah, Anton juga menyatakan kaum Muslim harus cerdik.
“Misalnya, kita dimunculkan dengan Pancasila, maka saya bikin word Pancasila itu adalah kristalisasi dari nilai-nilai kebaikan yang lain dari nilai Nusantara. Sedangkan, agama adalah sumber dari segala kebaikan itu. Dia mau apa coba? Jangan masalah Pancasila disejajarkan dengan agama, ya enggak masuk!” bebernya.
“Ketika kita diserang dengan politik identitas, kita memang harus punya identitas. Sebagai seorang yang beragama Islam, itulah identitas kita. Kok enggak boleh? Berarti kamu anti agama! Berarti komunis, ateis, gitu aja. Intinya ya kita jangan ikut dengan dendang mereka,” sebutnya.
Ukhuwah Islamiah
Menurutnya, kaum Muslim juga harus membangun kekuatan ukhuwah islamiah. “Kita sekarang mencari formulasi bagaimana kita merebut kekuasaan. Kalau dari saya, tidak ada selain membangun kekuatan skill sociality tadi itu. Kalau bahasa Islam jamaah ukhuwah islamiah itu, kita harus lakukan,” jelasnya.
Namun, ia memaparkan bahwa kaum Muslim masih harus introspeksi, karena sesama Islam pun, masih sering saling menghabisi. “Permasalahan masyarakat itu, bukan karena mereka (oligarki) yang kuat, namun kita yang harus introspeksi. Hal-hal yang sepele, jangan dijadikan hal yang besar,” ungkapnya.
Menurutnya, masyarakat tidak akan bisa bersatu jika tidak ada kesamaan pikiran, kesamaan negara dan kesamaan nilai. “Nah, masalah-masalah sepele itu yang membuat kita berpecah sehingga kita dipolitikin terus, terpecah belah, inilah nasib. Padahal kurang apalagi bangsa ini?” sarkasnya.
Ia pun percaya bagaimana masyarakat mengembalikan keadaan, maka masyarakat harus percaya diri dengan ajarannya. Sekarang bagaimana menemukan formulasinya? Formulasi ini kalau tidak dengan berkuasa, tidak akan bisa. Perjuangan yang seperti ini, itu bertahap, tidak bisa otomatis.
“Namanya perjuangan dakwah itu tidak bisa simsalabim! 180 derajat berubah hitam menjadi putih. Itu ada tahapannya. Ini yang perlu kita cari formulasi yang bersama-sama,” jelasnya.
Selain itu, ia menambahkan lagi, secara sederhana, sebenarnya di dunia ini ada dua aliran saja, aliran konservatif dan aliran sekuleralisme. Konservatif adalah orang yang masih kukuh dengan ajaran-ajaran agama yang diyakininya.
“Kalau orang sekuleralisme memisahkan. Nah, sekuleralisme inilah yang menjadi, ada liberalisme, dalam politik ada kapitalisme, dalam ekonomi dan lainnya,” bebernya.
Dan ia pun menyimpulkan, sekuleralisme dan konservatif ini sebenarnya adalah pertarungan hak dan batil yang sejak jaman nabi sudah ada, model, ruang, dan dimensinya saja yang berbeda.
“Tapi kalau kita udah menganggap ini tidak sederhana, masalah hak dan batil sebenarnya kita seolah itu adalah insyaAllah kita akan menemukan momentumnya dan tinggal kita mencari formulasinya,” pungkasnya.[] Wafi