Akses Penuh AS ke Data WNI, Bukti Kebijakan Rezim Tak Masuk Akal

MediaUmat – Pemberian akses penuh Amerika Serikat ke data warga Indonesia sebagaimana dinyatakan Presiden AS Donald Trump sebagai bagian dari poin Kesepakatan Tarif Trump-Prabowo, menurut Peneliti Masyarakat Sosial Politik Indonesia (MSPI) Dr. Riyan, M.Ag. merupakan bukti kebijakan rezim Prabowo tidak masuk akal.
“Trump itu mengklaim, ‘Kami memiliki akses penuh ke Indonesia’. Ini logika yang sulit dipahami,” ungkapnya dalam kajian Ada Apa di Balik Konflik Thailand–Kamboja dan Bahaya Penyerahan Data WNI ke Amerika? di kanal YouTube Ngaji Subuh, Senin (28/7/2025).
Pasalnya, sebut Riyan, penyerahan data WNI tersebut merupakan bukti telanjang dari praktik penjajahan digital yang telah menjadikan data sebagai komoditas strategis. “Data sekarang menjadi komoditas strategis setara dengan energi dan mineral,” tegasnya.
Menurutnya, eksploitasi data rakyat Indonesia sepenuhnya akan menguntungkan korporasi asing, sementara rakyat hanya menjadi objek ekstraksi informasi tanpa kompensasi dan perlindungan.
“Keuntungan akan dinikmati korporasi asing. Sementara rakyat Indonesia hanya menjadi tambang data tanpa kompensasi,” jelasnya.
Parahnya, tegas Riyan, penyerahan data dilakukan melalui kerja sama formal antar pemerintah, padahal secara substansi bertentangan dengan hukum nasional.
“Menurut pakar siber Ruby Alamsyah… ini bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Nomor 27 Tahun 2022,” ungkapnya.
Celah hukum tersebut, lanjutnya, dimanfaatkan AS yang sejak awal telah membaca kelemahan regulasi nasional.
“Amerika kayaknya sudah baca nih undang-undang ini sehingga kemudian bisa dibuat tuh aturannya… Maksudnya diatur agar Indonesia mentransfer data itu. Oh, Anda undang-undangnya sudah ada kok, tinggal bikin aja PP-nya. Nah, gitu kira-kira,” ujar Riyan.
Selain itu, sebutnya, relasi ekonomi yang timpang antara Indonesia dan Amerika yang disepakati Trump-Prabowo hanya memperkuat posisi subordinatif Indonesia di hadapan kekuatan kapitalisme global.
“Impor produk Amerika 0%, ekspor Indonesia ke Amerika dikenakan tarif 19%,” bebernya.
Data Pribadi Terjamin?
Riyan juga meragukan data pribadi yang bakal diserahkan ke AS akan aman. Pasalnya, proyek strategis seperti Pusat Data Nasional (PDN) saja amburadul, serta serangkaian insiden kebocoran data besar, mencerminkan ketidakmampuan negara menjaga kedaulatan data rakyat.
“Pemerintah mengklaim akan menjamin data pribadi. Tapi dirinya sendiri aja melindungi PDN berantakan,” sindirnya.
Lebih lanjut, ia merinci sejumlah kasus kebocoran data yang telah menjadi rahasia umum. Namun terus diabaikan.
“Ini contoh… Data 34 juta password WNI bocor… Data KPU, BPJS, PLN, sampai data Polri bocor,” ungkapnya.
Situasi ini, menurutnya, menunjukkan pemerintah bukan sekadar lalai, tetapi telah dengan sadar menyerahkan data rakyat kepada entitas asing yang secara terbuka memusuhi umat Islam.
“Pemerintah itu mestinya melindungi, bukan malah menjual data… Tapi nanti tunggu di bagian akhir,” sindirnya.
Kafir Penjajah
Ia menegaskan, Amerika Serikat bukanlah negara netral secara politik, tetapi kafir muhariban fi’lan (kekuatan yang secara aktif memerangi umat Islam/kafir penjajah).
“Ini makin menunjukkan ketundukan Indonesia pada Amerika. Padahal secara fikih, Amerika itu muhariban fi’lan, kafir yang memerangi kaum Muslimin,” tegasnya.
Apa yang terjadi pada Indonesia, menurut Riyan, adalah cermin dari wajah asli kapitalisme global yang menjadikan dunia sebagai rimba raksasa, negara kuat bebas menindas yang lemah tanpa standar moral.
“Model sistem ekonomi kapitalistik pada hakikatnya adalah praktik hukum rimba internasional,” tandasnya.
Karena itu, ia menyerukan agar umat Islam tidak lagi berharap kepada sistem demokrasi kapitalis yang berkali-kali terbukti menjual kepentingan rakyat demi keuntungan elite dan kekuatan asing.
“Tinggalkan ekonomi kapitalistik dan kembangkan sistem ekonomi Islam yang adil, sejahtera, dan berkah,” serunya.[] Zainard
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat