Ahli Lingkungan: Terjadi Kerusakan Ekosistem yang Sangat Masif

Mediaumat.id – Ahli Lingkungan dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Dr. Elviriadi menegaskan telah terjadi kerusakan ekosistem yang sangat masif.

“Telah terjadi kerusakan ekosistem yang sangat masif,” ungkapnya di acara Bincang Perubahan: Inilah Sebab Kerusakan Lingkungan, di kanal YouTube Bincang Perubahan Channel, Senin (13/11/2023).

Elvi demikian panggilannya, mendapat kesimpulan itu setelah turun ke lapangan melihat langsung pemanfaatan Hak Guna Usaha (HGU) para korporasi di kawasan hutan, utamanya di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

“Alangkah mirisnya hati kita sebagai rakyat Indonesia melihat tidak ada kepatuhan korporasi terhadap aturan, juga sebagian kecil masyarakat yang serakah, menyebabkan aturan ditabrak begitu rupa. Dampaknya, selain kerusakan lingkungan juga konflik agraria,” jelasnya.

Ia mencontohkan, HGU untuk perkebunan sawit. Di wilayah Sumatera, ucapnya, karena tidak ada pengecekan lapangan, ditemukan banyak sekali pemanfaatan hutan melebihi yang dimintakan izin.

“Sebenarnya dengan izin yang ada saja sudah tidak proporsional bagi Daya Dukung dan Daya Tampung (DDDT) bagi hutan tropis Indonesia terutama Sumatera dan Kalimantan. Hutan itu tidak mampu lagi menanggung bebannya,” urainya.

Daya tampung misalnya, ia melanjutkan, limbah sawit langsung dibuang di alam. Padahal pasal 66 UU Nomor 39 mengatur harus ada 6 kolam unit pengolahan untuk sawit sebelum dibuang ke alam.

“Tapi itu tidak dijalankan. Saya ke lapangan tengok limbah dibuang ke sungai-sungai, ke anak sungai kemudian terjadi pendangkalan sungai, menanam sawit sampai ke tebing sungai. Bahkan sebagian korporasi menanam sawit di sungai sehingga sungai hilang,” prihatinnya.

Ia menemukan 171 sungai hilang di kawasan HGU. “Itu di korporasi besar, belum yang kecil!” tandasnya.

Oleh karena itu, menurutnya, meski regulasi bagus namun kepatuhan pelaku usaha sangat lemah, ditambah lagi lemahnya sanksi baik itu sanksi administrasi, pidana, maupun perdata, membuat lingkungan semakin rusak.

Ia menyesalkan, kepala negara yang semestinya bertanggung jawab menjaga kelestarian alam justru tidak peduli.

“Saya tidak melihat presiden memiliki endapan kegelisahan dalam kalbunya sehingga meluap menjadi statement. Dia blank, enggak ngerti soal ekonomi pembangunan, kelestarian alam, pertanian, jadi tidak muncul luapan endapan komitmen ideologis menjadi ucapan pidato kenegaraan,” sesalnya.

Islam

Elvi lalu membandingkannya dengan Islam. “Dalam konteks lingkungan, Islam menyuruh umatnya terutama kepada pemimpin untuk berlaku adil, tidak melakukan kerusakan di muka bumi, menjaga keseimbangan alam. Ini salah satu dari maqasyid syariah atau tujuan diturunkannya Islam,” bebernya.

Islam, lanjutnya, memerintahkan agar rakyat dan para pemimpin memperhatikan ekologi karena di atas bumi itulah manusia menggantungkan kehidupannya.

“Islam sangat memperhatikan bagaimana sebuah pembangunan masyarakat, tata cara kita membina sebuah masyarakat, bangsa dan negara. Maka dikatakan masuk Islam secara kaffah,” jelasnya.

Terakhir ia menegaskan bahwa kekayaan alam yang melimpah di negeri ini saat tidak dikelola dengan baik tetapi justru dieksploitasi besar-besaran menimbulkan bencana di mana-mana.

“Bumi yang satu ini walaupun sudah agak rusak-rusak masih bisa menghidupi untuk semua manusia di atasnya, akan tetapi bumi tidak bisa menghidupi satu manusia yang serakah,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: