Ada Upaya Membentuk Islam Versi Prancis; Islam tanpa Jihad, Umat dan Khilafah

Mediaumat.news – Pemberian ultimatum oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron pada pemuka Muslim di Prancis untuk menerima “piagam nilai-nilai republik” dinilai pengamat sebagai upaya membentuk “Islam versi Prancis”

“Mereka mencoba untuk membentuk Islam versi Prancis: Islam tanpa jihad, umat dan khilafah. Mereka mencoba untuk memberikan uang kepada masyarakat untuk memata-matai kaum Muslim dan mempromosikan Islam gaya Prancis. Ada gerakan memusuhi umat Islam melalui beberapa politisi dan media,” ungkap Pengamat Politik Internasional Umar Syarifudin kepada Mediaumat.news, Sabtu (21/11/2020).

Menurutnya, hal tersebut dikarenakan Macron dan sistem politik Prancis yang cenderung mengidap spirit fobia Islam. Untuk melakukannya, menurut Umar, Prancis terus melakukan gerakan propaganda.

“Adapun kebohongan yang sering diulang terkait esensi dari pemikiran ‘radikal Islam’ oleh politisi Prancis dan medianya yang kemudian membuat sebagian masyarakat Prancis mempercayainya. Yaitu, ‘Setiap kali kaum Muslim menjadi lebih islami, maka Anda lebih berpotensi menjadi ancaman.”

Menurut Umar, hal ini kemudian menjadi alasan pembuatan kebijakan “deradikalisasi” Prancis yang dimaksudkan untuk membuat kaum Muslim “menjadi komunitas yang berislam setengah-setengah dan liberal” dan lebih menyesuaikan diri dengan standar liberalisme dan kebijakan pemerintah.

Selain itu, Pemerintah Prancis, menurutnya juga, melakukan kampanye untuk memusuhi Islam di media.

“Caranya dengan mengintimidasi kaum Muslim untuk meninggalkan keimanan mereka. Kita melihat bagaimana Macron menyerang Islam dengan mengatakan Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis,” ungkapnya.

Kemudian, dengan adanya ultimatum ini, Umar menilai bahwasannya Macron benar-benar telah gagal untuk menunjukkan bahwa kebijakan Prancis untuk anti-ekstremisme. Namun, di satu sisi hal itu berubah menjadi klaim untuk alasan penerapan kebijakan keamanan dalam rangka memberlakukan integrasi paksa kepada kaum Muslimin Prancis. Yang ujungnya, mereformasi Islam sesuai kehendak Prancis.

“Kemudian Macron ingin mendorong apa yang disebut dengan reformasi Islam agar kaum Muslim mengubah pandangan dan nilai-nilainya, serta mencegah untuk mengekspresikan pemikiran politiknya,” ungkap Umar.

Hal ini menurut Umar juga dijadikan upaya untuk menyerukan pemisahan Islam dan politik. Karena, dalam piagam akan disebutkan bahwa Islam adalah agama dan bukan gerakan politik, serta melarang “campur tangan asing” di dalam kelompok-kelompok Muslim.

“Sebab Macron serta para pembuat kebijakan Barat tengah dalam kesulitan untuk mencegah tumbuhnya Islam politik di Eropa. Dan ada banyak dari komunitas Muslim di Eropa yang tidak tertipu oleh kebijakan Barat terhadap dunia Islam, atau mereka yang mengkriminalisasi pemikiran dan pandangan yang diemban oleh orang-orang tersebut,” bebernya.

Sehingga sejauh ini menurut Umar, para politisi telah menyusun kebijakan preventif dan perang melawan ekstremisme. Dan ini berfungsi sebagaimana undang-undang yang berlaku di Prancis, dengan undang-undang ini setiap orang yang menolak dari kriteria atau standar politik Prancis yang berlaku harus bertanggung jawab dan siap disebut ekstremis.

Dampaknya, ultimatum ini memberikan tekanan politik dan opini kepada komunitas Muslim di Prancis. Namun, menurut Umar, daripada mereka berduka dan tertekan, komunitas Muslim Prancis hendaknya bangkit untuk menggerakkan suasana dakwah dengan memberdayakan kaum Muslim dengan argumen-argumen yang dapat digunakan untuk merespon hal itu.

“Komunitas Muslim di sana hendaknya melancarkan kampanye untuk menantang kebohongan dan argumen-argumen palsu. Mereka bisa melakukan protes terorganisasi, berbicara di depan publik, juga memotong kebohongan mereka dan menunjukkan Islam dan sistemnya sebagai suatu alternatif atas kegagalan demokrasi Prancis,” pungkasnya.[] Billah Izzul Haq

Share artikel ini: