MediaUmat – Banyaknya pekerja warga negara Indonesia (WNI) yang tertipu tawaran kerja di luar negeri dengan gaji besar, menurut Sekjen Aliansi Buruh Indonesia (ABI) Imam Ghazali mengkonfirmasi kondisi perekonomian nasional di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Ini mengkonfirmasi bahwa ini ada kaitannya dengan ekonomi (nasional) yang sedang tidak baik-baik saja,” ujarnya dalam Kabar Petang: 97 WNI Kabur dari Neraka Scam Kamboja, Ribuan Masih Disekap? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (27/10/2025).
Imam menjelaskan, dari berbagai data dan pemaparan para ekonom, tahun 2025 memang terjadi pelambatan ekonomi.
“Beberapa saat yang lalu saya berdiskusi atau mendengar pemaparan dari para ekonom. Ada dua ekonom yang menyampaikan dan datanya hampir sama bahwa di tahun 2025 memang diakui ada pelambatan ekonomi, daya beli masyarakat itu menurun,” tuturnya.
Ini, lanjutnya, terkonfirmasi ketika dilihat dari data ternyata jumlah pekerja Indonesia menurun, jadi penganggurannya meningkat.
“Nah, kemudian ditunjukkan dari jumlah pekerja itu ternyata terutama pekerja formal yang kerja di pabrik ya dan sebagainya yang biasanya mereka gajinya UMK itu menurun, karena memang banyak PHK di tahun 2025 ini. Sehingga mereka kemudian masuk ke dalam sektor pekerja informal,” papar Imam.
Menurutnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan penurunan pekerja formal dan peningkatan pekerja informal.
“Pekerja formalnya menurun, pekerja informalnya naik. Nah, padahal definisi pekerja informal itu kebanyakan adalah mereka yang bekerja di sektor informal dengan gaji rata-rata di bawah UMK, sekitar 50 sampai 60 persen,” katanya.
Dengan kondisi tersebut, banyak warga akhirnya nekat mencari kerja ke luar negeri dengan berbagai risiko. Artinya, kata Imam, kalau mereka tetap di dalam negeri, mereka tentu saja mengalami kesulitan hidup sehingga mereka kemudian nekat ke luar negeri dengan berbagai risiko.
“Mereka itu tahu bahwa visa mereka itu wisata dan sebagainya, tapi ya apa daya mereka dituntut oleh kesulitan-kesulitan hidup dan mereka harus memilih dan kemudian mereka berharap bahwa ketika di luar negeri peluang membaiknya ekonomi itu bisa mereka dapatkan meskipun faktanya ternyata itu mereka kemudian terjebak di dalam jaringan penipuan,” ungkap Imam.
Menurutnya, ini bukan hanya soal rendahnya pendidikan. Pada kasus penipuan WNI oleh perusahaan penipuan online (scam) di Kamboja, kebanyakan WNI yang terpikat dan terjebak di sana adalah lulusan SMA dan S1 yang mereka harus menguasai komputer dan sebagainya.
“Bahkan di antara korbannya ada juga yang S2. Ini artinya apa? Ini artinya bahwa soal ekonomi itu masih mendominasi,” pungkasnya.[] Muhar
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat