Badan Intelijen Tajikistan Memulangkan 4.000 Mahasiswa dari Luar Negeri

 Badan Intelijen Tajikistan Memulangkan 4.000 Mahasiswa dari Luar Negeri

Pihak berwenang Tajikistan telah memulangkan lebih dari 4.000 mahasiswa dari luar negeri dengan dalih mencegah kemungkinan keterlibatan mereka dengan organisasi teroris. Hal ini diumumkan oleh Ketua Komite Negara untuk Keamanan Nasional, Saimun Yatimov, dalam sebuah konferensi di Dushanbe. Menurutnya, para pemuda ini telah belajar di luar negeri dan berada di bawah pengaruh ideologi kelompok-kelompok ekstremis dan lembaga pendidikan agama yang aktivitasnya telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan aparat keamanan Tajikistan. “Untuk mencegah mereka bergabung dengan kelompok-kelompok ekstremis tersebut, maka lebih dari 4.000 mahasiswa Tajikistan yang menjadi target organisasi teroris dan lembaga pendidikan agama asing telah dipulangkan ke tanah air mereka,” tegas Yatimov.

**** **** ****

Perlu dicatat bahwa rezim Tajikistan telah mengontrol ketat pendidikan agama warga muda Tajikistan selama 15 tahun terakhir. Semuanya bermula ketika tahun 2009 ditetapkan sebagai “Tahun Imam Abu Hanifah”. Dengan dalih melestarikan mazhab Hanafi, tindakan represif diterapkan terhadap mahasiswa universitas agama, terutama mereka yang belajar di luar negeri. Hanya dalam beberapa tahun, semua lembaga pendidikan agama di negara itu ditutup, kecuali Institut Islam di Dushanbe, yang berada di bawah pengawasan ketat pemerintah.

Sejak saat itu, pendidikan agama di Tajikistan hanya diperbolehkan di lembaga-lembaga resmi dan dengan izin orang tua. Satu-satunya lembaga yang masih beroperasi seperti ini adalah Institut Islam di Dushanbe, yang menerima mahasiswa dalam jumlah yang sangat terbatas. Akibatnya, terdapat kekurangan tenaga ahli yang sangat besar di bidang ini. Sebagian besar tokoh agama independen dan orang-orang yang memiliki pendidikan agama telah lama meninggalkan negara itu atau menjalani hukuman penjara atas tuduhan kriminal yang direkayasa. Sisanya berada di bawah pengawasan ketat oleh aparat keamanan.

Salah satu pilar utama kebijakan dalam negeri Presiden Rahmon adalah mencegah segala bentuk kebangkitan politik-keagamaan, seperti yang terjadi pada tahun 1990-an. Melihat tren saat ini, kemungkinan besar tidak akan ada perubahan dalam hal ini bahkan setelah Rahmon pensiun, mengingat pernyataan yang dibuat oleh penggantinya. Patut diingat bahwa pada bulan Agustus tahun ini, Wali Kota Dushanbe dan Ketua Majlisi Milli (Majelis Tertinggi) Tajikistan, Rustam Emomali, dalam sebuah pertemuan dengan para perwakilan lembaga penegak hukum dan peradilan ibu kota, menyatakan keprihatinannya tentang masalah maraknya penyelenggaraan pendidikan agama ilegal. “Delapan puluh persen dari mereka yang telah menjalani pelatihan di pendidikan agama ilegal adalah anak muda di bawah 30 tahun,” ujarnya saat itu. [] Muhammad Manshur

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 10/11/2025.

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *