Ahmad Al-Syara’ Memberikan Kesetiaan Penuhnya pada Amerika
Sekretaris Pers Gedung Putih, Caroline Leavitt, mengatakan pada 4 November 2025 bahwa “Presiden AS Trump bermaksud bertemu dengan mitranya dari Suriah, Ahmad al-Syara’, di Gedung Putih Senin depan, 10 November 2025.”
Menteri Luar Negeri Suriah As’ad al-Syaibani menyatakan pada 3 November 2025: “Suriah berupaya membangun kemitraan yang kuat dengan Amerika Serikat selama kunjungan Presiden Suriah Ahmad al-Syara’ ke Washington akhir bulan ini. Ada banyak topik yang dapat dibahas Damaskus, mulai dari pencabutan sanksi hingga pembukaan lembaran baru antara kedua negara.”
Al-Syaibani berkata: “Kami telah menyatakan komitmen kami terhadap perjanjian 1974, dan kami juga berkomitmen untuk membangun perjanjian yang menjamin perdamaian dan ketenangan antara kami dan (Israel). Kami tidak ingin Suriah memasuki perang baru, dan Suriah saat ini tidak berada dalam posisi untuk mengancam pihak mana pun, termasuk (Israel). Saya yakin ada negosiasi saat ini, atau jalan yang sedang menuju tercapainya perjanjian keamanan yang tidak menggoyahkan perjanjian 1974, dan tidak mengakui realitas baru yang mungkin dipaksakan (Israel) di selatan.”
Semua ini menunjukkan betapa gencarnya rezim baru Suriah, yang dipimpin Ahmad al-Syara’, berlomba-lomba melakukan pengkhianatan tanpa malu-malu dan cepat, tanpa mempedulikan konsekuensinya. Rezim ini ingin menjadi antek Amerika yang kuat, sekaligus berlomba-lomba berdamai dengan entitas Yahudi, mengakui pendudukan mereka atas Dataran Tinggi Golan dan kendali keamanan mereka di Suriah selatan, hingga ke pinggiran Damaskus. Rezim ini telah terjerumus ke dalam kubangan pengkhianatan, seperti halnya semua pihak yang telah menormalisasi hubungan dengan entitas Yahudi dan setia kepada mereka dan Amerika. Rezim ini percaya bahwa kesetiaannya kepada kaum kafir akan membawa kejayaan, tetapi Allah akan mendatangkan kehinaan baginya di dunia dan akhirat (hizb-ut-tahrir.info, 6/11/2025).
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat