Amerika Serikat di Persimpangan Perpecahan Besar
Amerika Serikat saat ini sedang menyaksikan gelombang protes yang belum pernah terjadi sebelumnya, mereka menyebutnya “Protes No Kings”, juga dikenal secara internasional sebagai “Protes No Dictators” atau “No Tyrants” yang berlangsung di lebih dari dua ribu kota besar dan kecil. Tujuh juta demonstran turun ke jalan pada 18 Oktober, meneriakkan slogan sederhana: “Tidak untuk monarki, tidak untuk tirani.” Namun di balik slogan-slogan tersebut terdapat realitas yang lebih dalam yaitu terungkapnya keretakan dalam negeri Amerika yang telah digambarkan oleh beberapa pusat penelitian Amerika selama bertahun-tahun sebagai pertanda perang saudara dingin yang dengan cepat akan meningkat menjadi konflik terbuka.
Protes yang terjadi saat ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan babak baru dalam serangkaian ketegangan sosial dan politik yang meningkat selama dua dekade. Polarisasi politik antara Partai Republik dan Demokrat telah mencapai tingkat yang digambarkan oleh Brookings Institution sebagai “ancaman langsung terhadap sistem demokrasi Amerika”. Perselisihan yang terjadi saat ini bukan lagi tentang kebijakan, melainkan tentang identitas negara itu sendiri, yaitu siapa yang mewakili “Amerika yang sesungguhnya”, apa arti kewarganegaraan, dan nilai-nilai apa yang mengatur hubungan antara kekuasaan (negara) dan individu (rakyat).
Di balik kesenjangan politik yang tajam ini terdapat lapisan ketegangan lain, yaitu kesenjangan kelas yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah AS, di mana 1% populasi terkaya memiliki kekayaan yang sama dengan gabungan kekayaan 99% sisanya, menurut data dari Pew Research Center dan Federal Reserve. Kesenjangan ini, sebagaimana ditunjukkan oleh studi oleh Brookings, CSIS, dan RAND, bukan lagi sekadar indikator ekonomi, melainkan kekuatan sosial yang bergejolak, yang memicu kebencian, nihilisme, dan hilangnya kepercayaan terhadap lembaga-lembaga.
Pada tingkat kepercayaan publik, studi dari Harvard Kennedy School menunjukkan bahwa kurang dari 20% warga Amerika memercayai pemerintah federal. Dengan maraknya retorika kekerasan di ranah politik dan media, kesenjangan antara warga negara dan negara semakin melebar, sementara media sosial telah menjadi medan pertempuran mobilisasi psikologis yang siap meledak.
Secara historis, kekaisaran itu tidak runtuh ketika dikalahkan di luar negeri, melainkan ketika gagal mengelola kontradiksi dan tantangan dalam negerinya. Amerika Serikat saat ini menghadapi erosi simultan dari tiga pilar yang pernah membentuk kekuatannya, yaitu kepercayaan domestik, supremasi ekonomi, dan kekuatan lunak (soft power). Masyarakat terpecah antara elit keuangan yang memonopoli kekayaan dengan massa yang melihat bahwa “mimpi Amerika” telah memudar. Perekonomian terbebani utang nasional, dengan utang Amerika mencapai 37,5 triliun dolar, meningkat 2,5 triliun dolar hanya dalam 12 bulan, sementara kepercayaan terhadap nilai-nilai yang membentuk citra Amerika semakin menurun.
Jadi, dari perspektif ini, dapat dikatakan bahwa apa yang terjadi di jalanan Amerika Serikat bukanlah protes terhadap suatu keputusan politik, melainkan referendum rakyat tentang masa depan entitas Amerika. Jika tren polarisasi ini berlanjut, negara ini dapat memasuki fase “ketegangan struktural” yang biasanya mendahului ledakan sosial atau perpecahan federal yang ringan. Skenarionya dapat bervariasi, antara perang saudara terbuka dan sistem ganda yang antagonistik dalam satu negara bagian, tetapi yang pasti adalah bahwa “Amerika lama” akan hancur lebih cepat daripada yang disiratkan oleh retorika resminya.
Pada akhirnya, kita tidak perlu ramalan untuk menyadari bahwa Amerika Serikat—sebagaimana diperingatkan oleh hasil kajian Princeton dan RAND—sedang mendekati titik yang tak bisa kembali dalam konflik dalam negerinya, yaitu antara otoritas pusat yang kewalahan dan rakyat yang menuntut pemulihan republik mereka. Ketahuilah bahwa protes-protes ini hanyalah pertanda pertama dari transformasi historis yang dapat membentuk kembali Amerika dan dunia. [Al-Waie (Arab), Edisi 471, Tahun Ke-39, Rabiul Tsani 1447 H./Oktober 2025 M.].
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat