Pakar Kritik Rereongan Sapoe Sarebu: Pejabat Publik Harus Lebih Kreatif
MediaUmat – Terkait Gerakan Gotong Royong Sehari Seribu yang diinisiasi Gubernur Jawa Barat, Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim berharap semua pejabat publik termasuk gubernur lebih kreatif mengoptimalkan sumber pendapatan daerah.
“Kreatiflah, gitu kan, untuk mengoptimalkan sumber pendapatan, APBD,” ujarnya dalam Special Interview: Kritik Terhadap Kebijakan Gerakan Rereongan Poe Ibu, Ahad (12/10/2025) di kanal YouTube Rayah TV.
Diberitakan sebelumnya, Pemda Provinsi Jawa Barat menginisiasi Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu, dari bahasa Sunda yang berarti gerakan gotong royong sehari seribu, bertujuan mengajak masyarakat untuk menyumbang Rp1.000 setiap hari sebagai bentuk kesetiakawanan sosial membantu biaya pendidikan dan kesehatan warga yang membutuhkan.
Surat Edaran Gubernur Jawa Barat dengan nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) ini diterbitkan pada tanggal 1 Oktober 2025.
Terkait hal itu, kata Arim sekali lagi, penguasa termasuk gubernur harus memiliki daya cipta atau kemampuan untuk mengoptimalkan sumber pendapatan daerah terlebih ketika terjadi defisit anggaran. Tetapi dengan catatan, tak boleh sedikit pun menzalimi warganya.
Menurutnya, kezaliman dimaksud muncul ketika oligarki kapitalis —sekelompok kecil individu yang menggunakan kekayaan dan kekuasaan mereka untuk memanipulasi sistem politik demi keuntungan pribadi, bukan untuk kepentingan publik— dengan leluasanya ‘menjarah’ sumber daya alam (SDA) yang seharusnya menjadi sumber pendapatan daerah dimanfaatkan menutupi biaya kebutuhan pokok rakyat termasuk pendidikan dan kesehatan.
Dengan kata lain, sebut Arim, sebelum mengharap kontribusi masyarakat dalam hal pembiayaan sebagaimana gerakan gotong royong tersebut, seorang penguasa terlebih dahulu mengoptimalkan potensi SDA yang ada di wilayah kekuasaannya.
“Bisa enggak dia kemudian mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang di Jawa Barat itu untuk menambah pemasukan APBD?” lontarnya, berharap pemerintah tak hanya bisa mengusir para pedagang kecil karena dianggap telah memakai tanah negara sebagaimana kerap terjadi tetapi mengambil alih penguasaan SDA yang selama ini dipegang swasta.
Sekadar ditambahkan, gagasan ini memiliki landasan kuat dalam konstitusi Indonesia pada Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan bahwa cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, seperti sektor energi, transportasi, dan komunikasi. Dan ayat (3) yang menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Adalah salah satunya, Tambang Emas Pongkor di Kabupaten Bogor, tambang besar utama di Jawa Barat yang dikelola PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dan merupakan tambang emas epitermal terbesar di Indonesia. Tambang ini beroperasi dengan metode penambangan bawah tanah dan menghasilkan emas dengan cadangan geologi yang mencapai sekitar 6 juta ton bijih emas dengan kadar rata-rata sekitar 17,14 gram per ton.
Selain emas, tambang yang berjarak sekitar 54 kilometer ke arah barat daya dari Kota Bogor tersebut juga memproduksi perak dengan kadar sekitar 154,28 gram per ton.
Lebih jauh, ungkap Arim, kezaliman tersebut bisa lebih tampak jika dilihat dari sudut pandang syariah Islam bahwa seorang gubernur, memiliki otoritas lebih dari sekadar menggerakkan warga dalam hal beramal shalih semacam gotong royong tersebut.
Terlebih lagi, masih dari perspektif Islam, sebut Arim, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan, keamanan, pendidikan maupun kesehatan merupakan tanggung jawab negara.
Bukan seperti saat ini yang malah dibebankan ke masing-masing individu melalui berbagai macam pungutan termasuk yang bersifat sukarela. “Kok belum apa-apa yang diminta itu rakyat lewat Sapoe Sarebu,” herannya.
Pemimpin adalah Gembala
“Islam menggariskan al-imamu ra’in, seorang pemimpin itu laksana penggembala yang dia akan diminta pertanggungjawaban terhadap gembalaannya,” ucap Arim, mengutip HR Imam Ahmad dan juga Abu Hurairah.
Karenanya, selama postur APBD maupun APBN berparadigma kapitalis maka bisa dipastikan rakyat akan menjadi korban dari apa yang disebut dengan kebijakan pemerintah yang sejatinya zalim.
Pula, jika benar-benar ingin menyelesaikan perkara ini dengan tuntas dan memuaskan akal serta menenteramkan jiwa, umat harus kembali ke fitrah penciptaan yaitu Islam.
“Tinggalkan sistem ekonomi kapitalis, kembali kepada sistem ekonomi Islam yang menjadikan ekonomi itu dikelola oleh negara, sumber-sumber potensi sumber daya alam tadi, yang dari situlah kemudian akan datang keberkahan,” pungkasnya, seraya mengutip QS al-A’raf: 96, yang artinya:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat