PEPS: Pendapatan Anjlok, Indonesia Masuk Krisis Fiskal
MediaUmat – Menyikapi perlambatan ekonomi yang terus menguat, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menegaskan negeri ini telah resmi memasuki krisis fiskal.
“Kita ini sudah masuk krisis fiskal. Pendapatan pajak dan cukai hanya 8,48% dari PDB semester pertama,” ungkapnya dalam tajuk Ekonom Kritik Menkeu Purbaya !! Paling 1-3 Bulan Lagi Kewalahan ?! yang ditayangkan kanal YouTube Bambang Widjojanto, Rabu (8/10/2025).
Rasio serendah itu, jelas Anthony, menunjukkan kemampuan negara membiayai diri sendiri menurun drastis, karena pendapatan yang seharusnya untuk pembangunan produktif tersedot untuk belanja rutin dan pembayaran bunga utang.
“Ruang fiskal kita makin menyempit, sementara kebutuhan pembiayaan terus membengkak,” ujarnya.
Stimulus fiskal kini tak lagi efektif, sementara kebijakan moneter kehilangan daya dorongnya.
“Kalau stimulus fiskal sudah lumpuh, stimulus moneter pun sulit dilakukan. Artinya ekonomi kita akan stagnan, bahkan masuk resesi,” jelas Anthony.
Mesin fiskal yang kehilangan tenaga dan terbatasnya ruang fiskal membuat sektor riil sulit digerakkan.
“Pendapatan negara turun, sementara belanja wajib dan bunga utang terus naik. Itu tanda ruang fiskal kita makin sempit,” terang Anthony.
Selain itu, likuiditas yang tidak tersalur ke sektor produktif dan suku bunga tinggi menahan investasi, sehingga stimulus moneter pun sulit berjalan.
“Stimulus moneter pun sulit dilakukan karena bank sentral tidak punya ruang gerak. Uang berputar hanya di sektor keuangan, bukan di sektor riil,” paparnya.
Anthony menyoroti pemerintah yang menenangkan publik dengan angka-angka, alih-alih mengakui pelemahan ekonomi yang nyata.
“BPS mungkin bisa menyulap menjadi tetap lima persen. Dia menyulap angka, bukan menyulap fakta,” sindirnya.
Ia menegaskan bahwa klaim pertumbuhan stabil bertolak belakang dengan kondisi rakyat yang semakin terhimpit harga dan pendapatan.
“Ini perlu dipelajari, tidak asal jeplak, tidak asal bicara dulu. Kita belum dengar studinya apa,” tegasnya.
Pejabat ekonomi sering membuat kebijakan tanpa dasar ilmiah dan riset matang, seolah masalah ekonomi bisa diselesaikan hanya dengan retorika politik dan pencitraan yang tak relevan dengan persoalan utama.
“Menteri Keuangan tidak ada hubungannya dengan bank. Jadi jangan main sidak ke BNI,” kritiknya.
Anthony menekankan bahwa fokus pejabat lebih banyak pada pencitraan daripada memperkuat fondasi fiskal, sehingga transaksi berjalan terus mengalami defisit signifikan, menimbulkan risiko krisis jika siklus ini tidak ditangani dengan benar.
“Transaksi berjalan kita defisit cukup besar dan terus berlanjut… kalau siklus ini tidak ditangani secara benar, sulit kita menghindar dari krisis,” ujarnya.
Di sisi lain, Anthony menjelaskan bahwa ketergantungan tinggi pada impor dan melemahnya produksi domestik membuat upaya mendorong ekspor sulit, sehingga Indonesia bahkan tertinggal dari Vietnam.
“Yang harus digenjot ekspor. Tapi tanpa produk bagaimana? Industri kita sudah deindustrialisasi, ekspor kalah jauh dari Vietnam,” lanjutnya.
Kondisi tersebut membuat ekonomi kehilangan basis produksi riil yang menjadi penopang ketahanan fiskal dan lapangan kerja. Dampaknya, pendapatan berkurang, kebutuhan meningkat, dan harga-harga tak terkendali.
“Pendapatan berkurang, kebutuhan naik, harga-harga tak terkontrol — itulah resesi. Untuk beberapa kelompok masyarakat, mereka sudah masuk resesi,” tegas Anthony.[] Zainard
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat