21 Poin Trump: Hina Islam, Lemahkan Perlawanan Gaza

MediaUmat – Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menyatakan 21 Poin Penyelesaian Gaza ala Presiden Amerika Serikat Donald Trump merupakan penghinaan langsung terhadap Islam dan upaya melemahkan semangat perlawanan Gaza terhadap penjajahan.
“Ini penghinaan langsung terhadap Islam dan upaya melemahkan semangat perlawanan,” ujarnya kepada media-umat.com, Selasa (30/9/2025).
Seperti dinarasikan The Times of Israel, Trump menyampaikan 21 poin penyelesaian Gaza dalam pertemuan dengan para pemimpin dan pejabat tinggi Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Mesir, Yordania, Turki, Indonesia, dan Pakistan di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Banga (PBB) di New York, Selasa (23/9/2025), yang menurut Farid secara garis besar untuk memudahkan mengontrol Gaza.
Hal itu setidaknya tersurat dalam poin 1, 2, 3, 7, 9, 13, dan 19.
Menyudutkan Islam dan Jihad
Menurut Farid, poin 1 yang berbunyi, “Gaza akan jadi zona deradikalisasi, bebas teror yang tidak menimbulkan ancaman bagi negara-negara tetangganya,” menyudutkan Islam dan jihad.
“Trump menyudutkan Islam dan jihad dengan istilah deradikalisasi. Lebih parah lagi, ia mengaitkannya dengan teror terhadap negara tetangga. Padahal yang melakukan teror sebenarnya adalah penjajah Yahudi, bukan kaum Muslimin yang membela tanah airnya,” ujarnya.
Kebohongan Besar
Sedangkan poin 2 yang berbunyi, “Gaza akan dibangun kembali untuk kepentingan rakyatnya,” dinilai Farid sebagai kebohongan besar.
“Trump menampilkan kebohongan besar: seolah-olah peduli pada rakyat Gaza. Faktanya, Zionis Yahudi—yang didukung penuh Amerika—adalah pihak yang membantai rakyat Gaza secara sistematis,” tegasnya
Hanya Ilusi
Adapun poin 3, “Jika Israel dan Hamas menyetujui usulan tersebut, perang akan segera berakhir, dengan IDF menghentikan semua operasi dan menarik diri dari Jalur Gaza secara bertahap,” menurut Farid hanyalah ilusi.
“Rencana penarikan bertahap sama sekali tidak menjamin apa pun. Tidak ada kepastian, apalagi mengingat Yahudi selalu melanggar perjanjian. Ini hanya ilusi untuk menenangkan opini internasional,” tegasnya.
Kejahatan Luar Biasa
Poin 7 yang berbunyi, “Setelah kesepakatan tercapai, bantuan akan mengalir deras ke Jalur Gaza. Patokan jumlah sesuai kesepakatan pada Januari 2025,” dinilai Farid sebagai kejahtaan yang luar biasa.
“Mensyaratkan bantuan hanya setelah ada kesepakatan adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang luar biasa!” tegasnya.
Pasalnya, tegas Farid, genosida dan pembantaian seharusnya dihentikan segera tanpa syarat. Faktanya, Trump menggunakan senjata lapar dan penderitaan sebagai alat tawar. Ini pola lama kolonial: menundukkan bangsa lewat penderitaan.
Mengontrol Perlawanan
Poin 9 yang menyebut, “Gaza akan dikelola oleh pemerintahan sementara dan transisi terdiri dari para teknokrat Palestina yang akan bertanggung jawab menyediakan layanan sehari-hari bagi rakyat di Jalur Gaza. Komite akan diawasi badan internasional baru yang dibentuk AS melalui konsultasi dengan mitra-mitra Arab dan Eropa,” menurut Farid sebagai instrumen mengontrol perlawanan.
“Penyerahan Gaza kepada badan internasional akan menjauhkan rakyat Gaza dari kepemimpinan mereka sendiri—yakni para mujahidin dan pemimpin lokal yang selama ini melindungi dan berkorban untuk rakyat. Badan internasional hanyalah instrumen Barat untuk mengontrol perlawanan,” sebutnya.
Pelemahan Terang-terangan
Poin 13, “Hamas tidak akan memiliki peran apa pun dalam pemerintahan Gaza. Akan ada komitmen penghancuran infrastruktur militernya, termasuk terowongan. Para pemimpin baru Gaza akan berkomitmen hidup berdampingan secara damai dengan negara tetangganya,” dinilai Farid sebagai upaya pelemahan perjuangan pembebasan Palestina secara terang-terangan.
“Usulan demiliterisasi dan de-Hamaisisasi adalah upaya terang-terangan melemahkan perjuangan pembebasan Palestina. Itu berarti mematikan jihad dan perlawanan, menjadikan Palestina semakin lemah dan tak berdaya. Ironisnya, perlucutan senjata tidak pernah dipaksakan pada Israel yang jelas-jelas pelaku genosida,” ungkapnya.
Penghilangan Kewajiban Jihad
Sedangkan poin 19, “Akan dibentuk sebuah proses deradikalisasi penduduk. Ini mencakup dialog antaragama yang bertujuan mengubah pola pikir dan narasi Israel dan Gaza,” menurut Farid sebagai bentuk penghinaan langsung terhadap Islam dan upaya melemahkan semangat perlawanan terhadap penjajahan.
“Program deradikalisasi jelas berarti penghilangan kewajiban jihad!” tegasnya.
Dalam poin tersebut juga, terang Farid, seolah-olah yang salah adalah para pejuang Palestina, sementara kejahatan Israel dibungkus dengan jargon demokratisasi dan modernisasi.
Paling Menyedihkan
Namun, jelas Farid, yang paling menyedihkan adalah sikap sebagian penguasa Muslim yang hadir dalam pertemuan dengan Trump, seakan berharap pada pemimpin Amerika—negara yang justru mendukung genosida dan memperkuat Israel.
“Sikap ini tak lain adalah bentuk pengkhianatan terhadap Islam, umat, dan perjuangan rakyat Palestina,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat