Eks Penyidik KPK: MBG Sebuah Proyek Besar dengan Risiko Besar

MediaUmat – Aulia Postiera, eks Penyidik KPK, menyatakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah proyek besar yang melibatkan banyak pihak dan juga berisiko besar.
“MBG itu tidak hanya program, tapi proyek besar yang melibatkan banyak pihak. Tentu ada risiko yang besar juga,” ujarnya dalam siniar Ribuan Siswa Keracunan MBG, Program Ini Bagus tapi Rawan Dikorupsi Apalagi Anggaran 335 Triliun, Senin (22/9/2025) di kanal YouTube Novel Baswedan.
Dikatakan proyek besar, kata Aulia, karena anggaran program MBG di APBN tahun 2025 sebesar Rp335 triliun, dalam postur besar APBN hampir 10 persen dari total APBN.
“Coba bandingkan dengan e-KTP. Anggaran proyeknya hanya Rp6,7 triliun. Dengan Rp335 triliun, tentu akan sangat menimbulkan beberapa risiko,” ulasnya.
Risiko yang pertama, jelasnya, adalah risiko operasional.
“Risiko operasional yang paling nyata dan sempat viral beberapa kali adalah adanya keracunan. Dari data, ada sekitar 1.300an kejadian keracunan. Yang saya sayangkan, ada pejabat yang menyatakan itu kecil persentasinya dibandingkan dengan sekian juta penerima manfaat,” bebernya.
Ia menyayangkan ucapan pejabat tersebut karena nyawa seseorang atau masyarakat Indonesia itu bukan statistik, tapi itu adalah anak-anak Indonesia.
Melihat kasus ini, ia menyarankan seharusnya program dijalankan dengan baik sehingga tidak ada orang yang keracunan.
“Faktor kedua adalah risiko fraud atau korupsi. Transparansi Internasional Indonesia sudah membuat rilis dan sudah mengingatkan risiko ini dan juga menyampaikan ada potensi konflik kepentingan,” paparnya.
Potensi konflik kepentingan, menurutnya, muncul karena melibatkan banyak pihak. Di antaranya ada dugaan jika beberapa politisi ikut dalam program ini sebagai pelaksana. Padahal fungsi legislatif itu fungsi pengawasan tapi campur aduk dengan kewenangan eksekutif.
“Di sanalah terjadi abuse of power, saat itu pula timbul korupsi,” tambahnya.
Aulia menyampaikan, dalam pelaksanaan MBG ini memerlukan mekanisme yang baik melalui pengawasan terkait risiko keracunan dengan melibatkan BPOM atau ahli-ahli gizi. Sedangkan terkait risiko fraud, ia menyarankan lembaga semacam KPK melakukan langkah-langkah pencegahan korupsi semisal mencegah adanya potensi muncul kartel.
“Seleksi SPPG [Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi] harus terbuka, tidak boleh ada kartel, monopoli, pungli, atau setoran apa pun agar anak-anak sekolah menerima manfaat semaksimal mungkin,” tutupnya.[] Erlina
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat