HILMI: Pengakuan Barat atas Palestina Hanya Gimmick Geopolitik

MediaUmat – Pengakuan eksistensi Palestina oleh sejumlah negara Barat seperti Inggris, Kanada, dan Australia dalam beberapa bulan terakhir dinilai Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) tidak lebih dari manuver politik simbolik.
“Jika ditelisik lebih dalam, pengakuan ini tidak lebih dari sebuah gimmick geopolitik: manuver simbolik penuh drama yang tidak mengubah realitas di lapangan,” tegasnya kepada media-umat.com, Selasa (23/9/2025).
HILMI menyoroti sejumlah motif di balik pengakuan Barat tersebut. Di antaranya upaya cuci tangan atas kejahatan Israel, meredam tekanan publik internal khususnya generasi muda yang semakin vokal mendukung Palestina, serta dalih seremonial agar Barat bisa berkilah ketika Israel terus melakukan agresi.
“Memuluskan agenda Israel. Barat ingin memaksakan lahirnya negara Palestina yang sesuai dengan desain Netanyahu dan sekutunya: Palestina yang lemah, terpecah, dan mudah dikendalikan,” tambah HILMI.
Menurut HILMI, pengakuan ini justru mempertegas liciknya strategi politik internasional yang diarahkan untuk membangun “Palestina versi Israel” sebuah entitas tanpa kedaulatan militer, tanpa Gaza, tanpa senjata, dan tetap di bawah bayang-bayang hegemoni Zionis.
“Realitas di lapangan menunjukkan: Israel terus melanjutkan proyek kolonialnya dengan dukungan penuh Amerika Serikat dan sekutu Barat. Pengakuan ini hanyalah ilusi, sementara darah rakyat Palestina terus mengalir,” tutup HILMI.
Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) menegaskan, rakyat Palestina justru menanggung beban berat dari gimmick diplomasi Barat yang belakangan ramai diperbincangkan, ada tiga dampak besar yang paling terasa.
Pertama, politik internal Palestina semakin terpecah karena Fatah dan Hamas kerap berbeda jalan, sementara rakyat terus menjadi korban. Kedua, peta wilayah Palestina semakin terfragmentasi: Gaza dihancurkan, Tepi Barat terkepung pemukiman Yahudi, dan Yerusalem ditelan Israel.
“Dunia Arab yang pasif: Alih-alih melawan, banyak negara Arab justru menormalisasi hubungan dengan Israel demi kepentingan ekonomi jangka pendek,” bebernya.
Menurut HILMI, kondisi ini membuat Palestina semakin sulit bertahan, apalagi merdeka. Karena itu, kemerdekaan sejati hanya mungkin diraih melalui persatuan umat Islam. “Pengalaman menunjukkan: Israel hanya tunduk pada bahasa kekuatan. Retorika diplomasi semata tidak pernah membuat Israel goyah,” tegas HILMI.
Karena itu, HILMI menyerukan agar dunia Islam mengganti kepentingan nasional sempit dengan kepentingan umat, melakukan tekanan dalam semua dimensi—ekonomi, politik, dan militer—serta bersatu menghadapi hegemoni Israel.
“Israel hanya berdiri karena dunia Islam tertidur. Saat dunia Islam bangun, Israel akan bubar dengan sendirinya,” pungkas HILMI.[] Lukman Indra Bayu
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat