HILMI: MBG Bisa Jadi Warisan Besar Bangsa

 HILMI: MBG Bisa Jadi Warisan Besar Bangsa

MediaUmat Menanggapi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah Indonesia awal 2025 dan menjadi salah satu kebijakan sosial terbesar dalam sejarah dengan target ambisius 82,9 juta penerima mencakup anak sekolah dasar dan menengah, santri pesantren, balita, serta ibu hamil dan menyusui yang menggunakan anggaran awal diperkirakan mencapai Rp 71 triliun, dengan total kebutuhan hingga 2029 diperkirakan lebih dari US$28 miliar, dinilai bisa menjadi warisan besar bangsa, bukan sekadar proyek populis

“MBG bisa menjadi warisan besar bangsa, bukan sekadar proyek populis,” ujar Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) dalam Intellectual Opinion yang diterima media-umat.com, Selasa (23/9/2025).

Jika, jelas HILMI, kebijakan ini dimodifikasi dengan hati-hati dengan memadukan efisiensi central kitchen, fleksibilitas UMKM lokal, pengawasan digital, dan nilai-nilai keadilan sosial Islam, memang MBG bisa menjadi warisan besar bangsa, bukan sekadar proyek populis.

Karena, jelas HILMI, MBG adalah program dengan niat mulia dan dampak potensial besar, tetapi juga mengandung risiko sistemik yang tidak kecil. Tantangannya bukan pada gagasan memberi makan bergizi, melainkan bagaimana memastikan makanan itu benar-benar bergizi, tepat sasaran, aman, dan berkelanjutan secara fiskal.

Menurut HILMI, kunci keberhasilan MBG ada pada time-to-mouth (TTM), yaitu waktu dari memasak makan sampai makanan dimakan. Benchmark internasional menunjukkan idealnya TTM maksimal 2 jam untuk makanan panas dan maksimal 4 jam untuk makanan dingin.

Oleh karena itu, HILMI menyarankan untuk membuat strategi yakni zonasi dapur radius 5–10 km, batch cooking terjadwal, pemakaian hot holding container atau distribusi chilled + reheating, membuat menu tahan waktu (ayam goreng, telur rebus, sayur tumis) dan jumlah porsi makanan berbasis presensi real-time.

Dan tak lupa HILMI juga menyarankan untuk melibatkan UMKM di kantin sekolah. Sebab hal itu adalah peluang besar bagi ekonomi lokal. Dengan melibatkan kantin sekolah diharapkan makanan lebih segar, distribusi lebih cepat, uang berputar di lokal dan transparansi tinggi. Tapi sayangnya banyak UMKM belum punya standar food safety, kapasitas terbatas, suplai tidak stabil, rawan kolusi dan gangguan lingkungan.

Solusinya, kata HILMI, dengan model kemitraan “Kantin-UMKM Partnership” dengan sertifikasi higienitas, pooling supply lewat koperasi, pengawasan digital berbasis foto geo-tag, dan rotasi vendor.

HILMI memandang, dalam perspektif Islam, MBG sejalan dengan maqāṣid syariah dan meneladani praktik para khalifah yang menanggung kebutuhan rakyat. Sedangkan dalam perspektif negara maju, MBG harus belajar dari sistem yang sudah matang.[] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *