Kohabitasi Makin Marak, Mubalighah: “Tamparan Keras Bagi Kita Semua”

 Kohabitasi Makin Marak, Mubalighah: “Tamparan Keras Bagi Kita Semua”

MediaUmat Mubalighah Nasional Ustadzah Hj. Iffah Ainur Rochmat menyatakan fenomena kohabitasi (kumpul kebo) yang semakin marak seharusnya menjadi tamparan keras, pengingat yang sangat keras bagi umat Islam.

“Ini seharusnya menjadi sebuah tamparan keras pengingat yang sangat keras bagi kita semua ternyata makin hari kondisi-kondisi yang buruk yang kita ketika menyaksikan atau mendapat berita itu kaget syok,” ujarnya dalam Muslimah on Room: Kohabitasi Berujung Mutilasi, Dampak Liberalisasi Pergaulan Sosial, Sabtu (20/9/2025) di kanal Muslimah Media Hub.

Lebih mengerikannya lagi, terang Iffah, makin hari jumlahnya makin bertambah banyak dan segala kengeriannya atau skala kerusakannya itu semakin besar.

Penyimpangan

Iffah menegaskan, kohabitasi merupakan penyimpangan (kesalahan/maksiat/kriminal) juga. Hanya saja, masyarakat umumnya menganggap penyimpangannya tidak sebesar penyimpangan yang lain.

“Nah, ini kan berarti ada eufiminisme atau penghalusan atau toleransi ada pembiaran terhadap penyimpangan itu,” lanjutnya.

Gegara pembiaran tersebut, jelas Iffah, orang-orang yang tadinya takut-takut untuk kumpul kebo, lama-lama jadi berani untuk terang-terangan.

Dulu, jelasnya, kalau di sebuah kampung itu ada orang hidup bareng enggak pakai ikatan pernikahan itu orang kampung juga bisa menggeruduk mereka. Pasalnya ini merusak kesucian kampung.

“Meski tidak sepenuhnya memahaminya syariat, hukum-hukum syariat tentang tidak boleh membiarkan orang seperti itu, sebenarnya mereka ini sedang menjaga syariat juga,” jelasnya.

Disadari atau tidak, jelas Iffah, itu menunjukkan nahyi mungkar dipegang di tengah-tengah masyarakat, karena sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya, kalau zina dan riba itu dinampak-nampakkan (zhaharah), maksudnya orang yang melakukannya itu tidak malu. Kemudian masyarakat juga tidak menghalangi, maka sesungguhnya sudah menghalalkan adzab Allah.

Faktor Penyebab Marak Kohabitasi

Iffah pun mengungkapkan faktor-faktor penyebab maraknya kohabitasi. Pertama, faktor personal. Memang ada pergeseran yang luar biasa. Zaman dulu itu orang masih diajarin kumpul kebo enggak boleh, meskipun dulu itu juga belum sepenuhnya Islam dipahami dan diberlakukan.

“Tetapi dari waktu ke waktu ternyata ini memang semakin longgar penanaman nilai kebenaran, nilai benar dan salah itu, ke tengah-tengah masyarakat,” sambungnya.

Kedua, faktor sosial. Kontrol masyarakat dahulu tidak selonggar sekarang. Dulu masyarakat minimal akan menyatakan itu perbuatan yang tidak baik. Melarang orang di sekitarnya untuk kumpul kebo.

“Jadi, pandangan masyarakat terhadap orang-orang seperti ini itu adalah pandangan yang masih miring cuma masyarakat juga tidak bisa memperbaiki, mau gimana lagi?” ujarnya.

Ketiga, faktor sistemik. Bisa dilihat pandangan masyarakat pun semakin hari semakin ambigu antara yang benar dan yang salah. Sebab sebenarnya pandangan masyarakatnya semakin permisif yang semakin ambigu tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah sehingga tidak bisa bertindak sesuai dengan kaidah yang ada.

Walhasil, sebut Iffah, ada aturan yang berjalan soal kohabitasi dan kelompok penyimpangan ini. Dalam KUHP lama (UU No. 1/1946) masih memuat pasal tentang kohabitasi, tapi kini banyak ditentang.

“Dalam KUHP baru (UU No. 1/2023), pasal-pasal seperti ini digugat habis-habisan atas nama hak privat. Negara dianggap tidak boleh mengatur urusan di balik tirai kamar,” jelasnya.

Menurut Iffah, ketika negara tidak bertindak terhadap perilaku menyimpang seperti ini maka pembiaran oleh negara itu akan membuat yang lainnya juga tidak ada efek jeranya. Jadikan susah ditindak walaupun ditindak nanti hukumannya juga sangat kecil.

“Kita membutuhkan adanya perubahan-perubahannya enggak cuman level individu tapi level negara. Bagaimana penataan negara, struktur, undang-undang kemudian nilai yang ditanamkan melalui lembaga pendidikan, pengajaran di keluarga ataupun nilai-nilai yang ditanamkan untuk memandu kehidupan melalui media,” tutupnya.[] Muhammad Nur

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *