IJM Kritik Pemerintah yang Jadi Pengekor di Setiap Perubahan

MediaUmat – Meski secara kemanfaatan akhirnya mengambil langkah bergabung dengan kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa), Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengkritik pemerintah tidak hanya menjadi pengekor tetapi pemain di dalamnya.
“Jangan sampai sudah 80 tahun Indonesia merdeka, tidak pernah kita itu menjadi pemain, malah selalu menjadi pengekor dari setiap perubahan-perubahan yang ada,” ujarnya kepada media-umat.com, Sabtu (23/8/2025).
Adalah berkaitan dengan poin ke-17 di antara 18 poin lainnya yang dianggap penting dari pidato kenegaraan Presiden Prabowo pada Sidang Tahunan MPR 15 Agustus 2025, yakni Indonesia dalam politik luar negerinya telah bergabung dengan BRICS. Selain itu juga menjadi salah satu negara yang terus berjuang untuk membela Palestina.
Sebelumnya Agung mengatakan semua pihak perlu memahami situasi geopolitik saat ini yang faktanya didominasi Amerika Serikat (AS). Terlebih jika mengacu pada ‘Doktrin Obama’ dalam konteks kawasan Indo-Pasifik.
“Setelah Obama mengambil pilihan private to Indo-Pacific (pencarian pribadi ke Indo-Pasifik), bagaimana orientasi politik luar negeri Amerika berpindah dari wilayah-wilayah lain, fokus ke Indo-Pasifik yang memang terkait persaingannya dengan Cina,” ulasnya.
Cina sendiri, tambah Agung, telah mengeklaim kedaulatan atas hampir 90 persen wilayah Laut Cina Selatan. Padahal di dalamnya terjadi tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara lain seperti Indonesia.
Demikian juga konflik antara Thailand dan Kamboja baru-baru ini meletus di perbatasan kedua negara. Kemudian kasus Ambalat, sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia atas Blok Ambalat, sebuah wilayah laut di Laut Sulawesi atau Selat Makassar yang kaya akan minyak dan gas bumi.
Belum lagi beberapa konsolidasi antar negara yang diatur AS. “Saya pikir ini yang sedang ramai sekarang, bagaimana konteks sekarang terjadi pertempuran antara Rusia-Ukraina enggak bisa dilepaskan dengan posisi Amerika Serikat,” tambahnya.
Maka selanjutnya, membincangkan BRICS, sebuah simbol kekuatan ekonomi baru sebagai penyeimbang dominasi negara Barat dalam tatanan ekonomi dunia, tidak bisa lepas dari dominasi AS, semisal melalui apa yang dicanangkan oleh Presiden Trump dengan perang tarifnya.
Maka menurut Agung, melihat kebesaran negara berikut potensi sumber daya alam melimpah, serta masyarakat yang memiliki energi untuk selalu bisa membangun kebersamaan, Indonesia bisa mandiri.
“Ruang ini yang saya pikir Indonesia harus memiliki sikap yang lebih berani gitu, untuk mengambil pilihan-pilihan kemandirian dalam sikap. Enggak usah ke BRICS, enggak usah ke Amerika,” tandasnya.
Tak Serius Bela Palestina
Selain itu, masih di poin sama pidato Prabowo yakni Indonesia juga menjadi salah satu negara yang terus berjuang untuk membela Palestina, Agung justru memandang tidak ada sikap dari penguasa negeri ini yang benar-benar serius menyelamatkan Palestina, terutama Gaza, dari cengkeraman penjajahan Barat.
Negeri ini malah mengekor langkah hampir semua negara di dunia yang bersikap sekadar mengecam, mendukung solusi gencatan senjata maupun solusi dua negara, hingga mengirimkan bantuan kemanusiaan berupa sandang, pangan hingga obat-obatan.
“Saya lihat Indonesia sampai detik ini tidak memberikan bantuan yang selayaknya, begitulah kira-kira. Kalau sebatas membantu kesehatan dan sebagainya sih, ya masyarakat umum pun bisa,” ungkapnya.
Namun, dengan tetap mengapresiasi betapa tak sedikit bantuan kemanusiaan yang diupayakan, secara logika sederhana seberapa pun banyak jumlahnya tidak akan bisa leluasa sampai tujuan jika aksesnya saja tertutup.
Artinya, sebuah urgensi dan keharusan seorang Prabowo sebagai kepala negara berpenduduk mayoritas muslim, paling tidak menekan pemerintahan Mesir agar membuka Gerbang Rafah yang merupakan satu-satunya akses langsung ke Gaza tanpa melalui wilayah penjajah Yahudi.
Memang, jika berbicara tentang Mesir pasti juga menyangkut kepentingan Amerika Serikat (AS) di sana. Namun, sekali lagi negara sebesar Indonesia setidaknya berupaya agar pintu gerbang Rafah dibuka. “Sekarang yang diperlukan dalam waktu dekat ini, bagaimana pintu Rafah dibuka, udah gitu aja dah,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat