Presiden AS Menunjukkan Otoritasnya atas Para Pemimpin Eropa

Para pemimpin Eropa berbondong-bondong ke Washington untuk bertemu Trump pada 18 Agustus 2025, guna mendapat pengarahan singkat mengenai hasil pembicaraannya dengan Putin pada 15 Agustus 2025. Pemimpin Prancis, Inggris, Jerman, Italia, Finlandia, dan Ukraina, serta Presiden Komisi Eropa dan Sekretaris Jenderal NATO, turut hadir. Mereka mengelilinginya, tampak seolah-olah Trump sedang memberi pelajaran, mereka mendengarkannya, dan mengajukan pertanyaan!
Trump ingin menekankan otoritasnya atas mereka. Jadi, Trump menyela percakapannya dengan mereka selama pertemuan dan menelepon Presiden Rusia dan berbicara dengannya selama sekitar 40 menit. Dengan ini, ia menegaskan bahwa dirinya adalah pemimpin mereka. Amerika adalah pemimpin Barat, yang mendikte kebijakan dan menentukan nasib negara-negara. Ia mengadakan pembicaraan dengan Putin tentang nasib Ukraina, yang terkait dengan nasib Eropa.
Tiga tahun lalu, Amerika memicu perang dengan mendorong Zelensky untuk memprovokasi Rusia agar menginvasi negaranya. Hal ini dilakukan untuk menjauhkan Eropa dari Rusia dan mempertahankannya di bawah naungan Amerika. Amerika juga berusaha menjauhkan China dari Rusia, dan membatasi kemampuan nuklir dan rudal Rusia, dengan menjadikan Ukraina sebagai bahan bakar dan alat tawar-menawarnya.
Amir Hizbut Tahrir, ulama terkemuka, Atha’ bin Khalil Abu al-Rasytah hafizahullah, merangkum tujuan Amerika dalam menanggapi pertanyaan yang diajukannya pada 19 Agustus 2025, dengan mengatakan, “… solusi akhir akan memakan waktu bertahun-tahun, di mana Amerika akan memaksa Ukraina untuk menyerahkan wilayah dan perbatasannya, setara dengan konsesi yang telah diberikan Rusia kepada Amerika pada isu-isu lain … menormalkan hubungan dengan Rusia untuk membuka isu-isu strategis lainnya … melibatkan China dalam negosiasi senjata, kekuatan nuklir dan rudal strategis, serta merusak aliansi Rusia dengan China.”
Beliau berkata: “Sungguh menyakitkan bahwa negara-negara kafir menguasai dunia … sementara umat Islam, yang merupakan umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, tidak memiliki pengaruh apa pun terhadap peristiwa-peristiwa internasional.” Beliau menjelaskan bahwa “masalahnya adalah umat yang jumlahnya hampir dua miliar ini adalah tubuh tanpa kepala” karena ketiadaan Khilafah. Beliau menekankan bahwa “Hizbut Tahrir, partai pelopor yang tidak membohongi para pengikutnya, menyerukan kepada umat untuk berjuang bersamanya menegakkan Khilafah, yang akan tegak kembali dalam waktu dekat, in syā Allah.” (hizb-ut-tahrir.info, 21/8/2025).
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat