HILMI: Saatnya Bangkit dan Bangun Ekosistem Digital Mandiri

 HILMI: Saatnya Bangkit dan Bangun Ekosistem Digital Mandiri

MediaUmat Terkait kedaulatan data dan teknologi negeri ini yang sebagian besar penguasaannya kini berada di tangan entitas luar, Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) berpendapat sudah saatnya Indonesia bangkit dan mandiri.

“Saatnya Indonesia, dan khususnya umat Islam, bangkit,” demikian bunyi siaran pers Intellectual Opinion No. 012: Kemerdekaan Data & Kedaulatan Teknologi dari HILMI yang diterima media-umat.com, Ahad (17/8/2025).

Dalam hal ini, sambungnya, di tengah usia negeri yang sudah 80 tahun sejak deklarasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sudah saatnya bangkit membangun ekosistem digital yang mandiri, aman, dan sesuai dengan syariat Islam, serta nilai-nilai kebangsaan.

Pasalnya, dikarenakan data dimaksud yang memang bersifat tak kasat mata dan telah menjadi ‘minyak baru’ dunia di era digital ini, berpotensi sangat mudah keluar dari yurisdiksi negara, bahkan tanpa disadari pemiliknya.

Ditambahkan, Indonesia sebagai negara dengan populasi digital keempat terbesar di dunia telah menghasilkan miliaran titik data setiap hari. Artinya, umat Islam yang notabene umat mayoritas di negeri ini memiliki kekuatan motivasional yang bukan hanya etis, tapi juga spiritual.

“Umat Islam semestinya lebih terdorong lagi, karena memiliki kekuatan motivasional yang bukan hanya etis, tapi juga spiritual,” tuturnya.

Pun, Islam dalam memandang ilmu dan kedaulatan bukan semata persoalan duniawi, tetapi bagian dari amanah besar manusia sebagai khalifah di muka bumi.

“Dan Allah tidak akan menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” ucapnya, mengutip QS an-Nisa: 141.

Ayat ini, kata HILMI, bukan sekadar larangan secara politik, tetapi seruan untuk membebaskan umat dari dominasi dalam segala aspek, termasuk teknologi dan informasi.

Rentan

“Bila infrastruktur digital kita terus berada di tangan asing, maka ketergantungan kita bukan hanya soal ekonomi tapi juga kerentanan dalam identitas, budaya, bahkan keamanan nasional,” bebernya kembali.

Dengan kata lain, kedaulatan data tidak akan pernah nyata jika umat terus bergantung pada teknologi buatan asing.

Terlebih, di balik setiap aplikasi asing yang digunakan, terdapat rantai pasokan algoritma, enkripsi, pusat data, hingga kebijakan yang hanya bisa dikendalikan oleh negara asal.

“Ini berarti data warga Indonesia yang tersimpan di Google Drive, Gmail, Facebook, dan sejenisnya, secara hukum dapat diakses tanpa persetujuan kita maupun pemerintah Indonesia,” tegasnya.

Tak ayal, meski Indonesia sudah memiliki UU Perlindungan Data Pribadi, kedaulatan data tetap rapuh jika infrastruktur digital dan layanan cloud masih bergantung pada teknologi asing.

Oleh karena itu, kedaulatan teknologi adalah prasyarat mutlak bagi kedaulatan data. “Kedaulatan teknologi adalah prasyarat mutlak bagi kedaulatan data,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *