Pertemuan Para Jenderal di Alamein: Perebutan Pengaruh dengan Mengorbankan Darah Umat

Pada tanggal 30 Juni 2025, Abdul Fattah al-Sisi, Presiden rezim Mesir, menerima Panglima Tentara Sudan, Abdul Fattah al-Burhan, dan Panglima Tentara Nasional Libya, Khalifa Haftar, didampingi oleh putra-putranya, Khaled dan Saddam, di Kota Baru Alamein (New Alamein City). Pertemuan itu diadakan dalam upaya untuk mengatasi krisis di segitiga perbatasan antara Libya, Sudan, dan Chad, yang tengah mengalami eskalasi berbahaya karena konflik antara tentara Sudan, yang dipimpin oleh Burhan, dan Pasukan Dukungan Cepat, yang dipimpin oleh Muhammad Hamdan Dagalo (Hemedti), yang sekarang mendekati perbatasan Mesir.
**** **** ****
Kekhawatiran Sisi akan meluasnya konflik, terutama setelah Burhan menuduh Haftar mendukung pasukan Hemedti, merupakan pendorong utama pertemuan tersebut. Tampaknya Sisi sengaja mengecualikan Hemedti dari pertemuan, meskipun ia merupakan pemain kunci dalam konflik tersebut. Hal ini merupakan indikasi jelas dari keinginannya untuk menjaga dialog tetap berada dalam lingkaran jenderal tradisional dan meminggirkan pasukan militer non reguler dan tidak tunduk pada hierarki formal yang lazim dalam militer.
Tampaknya ada kesepahaman awal antara Sisi, Burhan, dan Haftar tentang perlunya menetralisir Hemedti, dan mungkin menganggap kehadirannya sebagai ancaman yang harus dihilangkan. Meskipun Sisi bertemu secara terpisah dengan Burhan dan Haftar, namun kedua belah pihak bertemu langsung selama pertemuan tersebut. Burhan mengulangi tuduhannya bahwa Haftar mendukung Hemedti, sementara Haftar dengan tegas membantahnya. Hal ini mendorong Burhan untuk menegaskan bahwa ia memiliki bukti yang memberatkan Haftar atau orang-orang dekatnya, termasuk:
- Laporan PBB mengonfirmasi keberadaan jaringan pasokan militer yang melayani Pasukan Dukungan Cepat, yang melewati Libya, Chad, dan Sudan Selatan.
- Mengizinkan transfer senjata dari Libya ke Sudan oleh tentara bayaran Wagner Rusia, yang menunjukkan keterlibatan Haftar.
- Dukungan UEA sebelumnya terhadap Hemedti dan Haftar menegaskan keberadaan jaringan kepentingan Emirat yang memanfaatkan arena Libya untuk mendukung pasukan Hemedti.
- Perjanjian Haftar dengan presiden Chad untuk mengangkut pengiriman senjata melalui Chad setelah embargo udara di bandara Libya diperketat.
Mengingat fakta-fakta ini, tampaknya tuduhan Burhan tidaklah absurd. Sekalipun Haftar tidak terlibat secara pribadi dalam dukungan tersebut, kemungkinan besar putra-putranya, yang dipimpin oleh Saddam, mengatur operasi-operasi ini, terutama mengingat pengaruhnya yang semakin besar di Libya selatan.
Meskipun ketiganya memiliki kepentingan yang sama, mereka semua mengandalkan kekuasaan militer dan takut akan runtuhnya rezim mereka:
- Sisi berupaya mengamankan perbatasan dan mencegah infiltrasi senjata ke Mesir.
- Burhan berupaya memutus jalur pasokan Hemedti melalui Libya.
- Haftar berupaya memperluas kendalinya atas wilayah selatan Libya yang kaya sumber daya.
Namun, pertemuan tersebut berakhir tanpa kesepakatan nyata. Sebaliknya, ketegangan justru meningkat, dengan Burhan dan Haftar saling tuding, sementara masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya.
Dengan kegagalan pertemuan ini, wilayah segitiga perbatasan kemungkinan akan menjadi arena konflik tripartit (Sudan, Libya, Mesir), dengan Hemedti yang memanfaatkan kekacauan untuk mengatur ulang barisannya. Realitas yang menyakitkan tetap sama: masing-masing pihak bertindak berdasarkan kepentingan pribadinya, tanpa memperhatikan kehancuran yang ditimbulkan oleh konflik-konflik ini, di mana anak-anak umat yang membayar harganya dengan darah dan kekayaan yang telah menjadi rampasan yang harus dibagi-bagi oleh negara-negara penjajah Barat.
Sekalipun tercapai kesepakatan antara Sisi, Burhan, dan Haftar, hasilnya tidak akan baik, melainkan puncak dari bencana. Kesepakatan ini akan mengokohkan para jenderal boneka Amerika sebagai penjaga negara dan membentuk model militer otoriter sebagai bentuk pemerintahan alami, yang memberikan Amerika kendali lebih besar melalui proksi-proksi lokalnya.
Hal ini tidak mengherankan, karena Haftar adalah orang Amerika. Ia hidup di bawah perlindungan Amerika selama tiga puluh tahun dan kembali ke Libya atas perintah Amerika untuk melaksanakan agendanya, dengan bantuan kekuatan regionalnya dan pihak-pihak yang setia kepadanya, seperti UEA, Turki, dan Mesir. Adapun Burhan, ia telah membuktikan korupsi dan keterlibatannya dalam jaringan penyelundupan emas dan tembaga, melampaui para pendahulunya. Keduanya, dan mereka yang mengikuti jejak mereka, hanyalah alat murahan di tangan Amerika yang tidak ingin umat Islam bangkit. Sungguh benar ketika Rasulullah saw bersabda:
«لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ«
“Sesungguhnya lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya orang Muslim tanpa hak.” (HR. Nasai dan al-Tirmidzi).
Semua metode yang digunakan saat ini mengarah pada satu hasil: konsolidasi pengaruh Barat di negeri-negeri Islam. Satu-satunya perbedaan di antara keduanya adalah siapa yang dipilih Barat untuk menjadi anteknya.
Negara-negara yang ada di negeri-negeri kaum Muslim saat ini, beserta batas-batas dan sistemnya, semuanya adalah ciptaan kaum penjajah dan alat-alat untuk melayaninya. Solusi sejati, bahkan satu-satunya, adalah kembalinya Islam ke tampuk kekuasaan di bawah negara Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah, yang akan mempersatukan umat, mengusir penjajah, dan mengembalikan kedaulatan kepada syara’, serta martabat kepada umat.
Tidak ada kelompok yang berjuang untuk tujuan mulia ini dengan wawasan dan mengikuti metode Rasulullah saw kecuali Hizbut Tahrir. Kelompok ini memperjuangkan proyek Khilafah dengan pemahaman politik dan agama yang tepat, meletakkannya di hadapan umat. Dengan demikian umat harus bersatu di sekelilingnya dan berjuang bersamanya hingga panji Islam kembali berkibar tinggi-tinggi di bumi.
﴿وَيَوْمَئذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللهِ * يَنصُرُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ﴾
“Pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang mukmin, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.” (TQS. Ar-Rum [30] : 4-5). [] Abdur Rahman Syakir – Wilayah Mesir
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 10/7/2025.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat