Indonesia Krisis Total; Ekonomi Ambruk, Konstitusi Dilumpuhkan, Kepemimpinan Tak Ada

MediaUmat.info – Akademisi dan aktivis perempuan Chusnul Mar’iyah, Ph.D. yang juga mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), bersama Pengamat Politik Ekonomi Dr. Ichsanuddin Noorsy, yang pernah menjadi anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian, menegaskan Indonesia saat ini sedang berada dalam kondisi krisis total: krisis ekonomi, krisis konstitusi, dan krisis kepemimpinan.
Penegasan tersebut disampaikan dalam siniar bertajuk Kudeta Sipil – Ichsanuddin Noorsy dan Chusnul Mariyah, Selasa (6/5/2025) di kanal YouTube IC The Real Show.
Menurut Noorsy, krisis yang terjadi bukanlah situasi biasa, melainkan kegagalan struktural yang bersumber dari rusaknya sistem.
“Krisis kita hari ini bukan lagi krisis biasa. Ini sudah krisis struktural, dari mulai ekonomi hingga konstitusi,” ujar Noorsy.
Chusnul menilai negara telah kehilangan arah. Rakyat dibiarkan bertahan sendiri di tengah tekanan hidup yang kian berat.
“Hari ini kita bukan hanya bicara soal kebijakan yang salah arah, tapi tentang negara yang betul-betul kehilangan arah. Negara enggak tahu mau ke mana, dan rakyat ditinggalkan begitu saja,” tegas Chusnul.
Kondisi ekonomi Indonesia menunjukkan tanda-tanda keruntuhan. Inflasi tahunan mencapai 4,2 persen, PHK meluas, dan utang luar negeri menembus 420 miliar dolar AS per Februari 2025.
“Pertumbuhan ekonomi akan terus melambat. Tujuh indikator itu sudah saya paparkan sejak 2023. Kini Bank Dunia memprediksi pertumbuhan kita hanya 4,7%,” ungkap Noorsy.
Tujuh indikator kehancuran ekonomi menurut Noorsy meliputi: ketergantungan pada utang luar negeri, dominasi investasi asing, ketimpangan kekayaan, lemahnya daya beli, PHK massal, jeratan pinjol, dan eksploitasi SDA tanpa keberpihakan pada rakyat.
“Kita bicara demokrasi liberal. Kita bicara keuangan dan kekuasaan sebagai segala-galanya,” sebut Noorsy.
Kelemahan hukum dinilai menjadi bagian dari krisis nasional. Hukum tak lagi berfungsi sebagai alat keadilan. Ia berubah menjadi pelayan kekuasaan.
“Demokrasi yang berjalan bukan lagi untuk kedaulatan rakyat, tapi untuk kedaulatan elite,” tandas Noorsy.
Chusnul menekankan bahwa negara absen saat rakyat dihimpit masalah sosial-ekonomi. Ia mempertanyakan di mana peran negara ketika rakyat tercekik oleh pinjol, judi online, dan PHK.
“Negara enggak hadir. Ketika rakyat tercekik karena pinjol, karena judi online, karena PHK, mana negara?!” seru Chusnul.
Menurutnya, politik hari ini telah berubah menjadi alat perebutan kekayaan oleh para penguasa. Kepemimpinan hanya dijalankan secara prosedural. Tanpa substansi keberpihakan.
“Politik itu bukan soal rebutan kekuasaan dan kekayaan. Tapi hari ini, politik itu ya rebutan kekuasaan untuk menguasai kekayaan,” jelas Chusnul.
Keduanya sepakat Pemilu 2024 gagal menjalankan fungsi demokrasi. Prosesnya justru melegitimasi dominasi kelompok kepentingan.
“Rakyat hari ini tidak punya pemimpin. Yang ada hanya aktor-aktor yang berebut panggung untuk kekuasaan,” ujar Chusnul.
“Ini bukan kemenangan demokrasi, ini kemenangan prosedur. Tapi secara sosial dan filosofis, itu gagal,” tambah Noorsy.
Chusnul juga menggarisbawahi, sistem politik Indonesia saat ini hanya mengabadikan kepentingan politik dan ekonomi yang lahir dari kekuasaan. Rezim boleh berganti, tapi penderitaan rakyat tetap.
“Kekuatan politik ini hidup terus karena bicara tentang kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi yang dihasilkan dari kekuasaan,” ucap Chusnul.
Noorsy menegaskan, selama sistem dikuasai oleh oligarki, perubahan tak akan pernah terjadi. Wajah boleh berubah. Tapi struktur tetap busuk.
“Selama sistem ini masih sama, siapa pun presidennya, enggak akan menyelesaikan masalah. Wajah boleh ganti, tapi penderitaan rakyat tetap. Karena sistem ini bukan untuk rakyat, tapi untuk kepentingan elite,” tegas Noorsy.
“Kalau sistemnya busuk, ya hasilnya tetap busuk. Jangan harap ada keadilan kalau hukum cuma jadi alat kekuasaan,” tambah Chusnul.[] Zainard
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat