Angka Kejahatan Seksual pada Perempuan Naik Karena Ini

Mediaumat.info – Maraknya kasus kekerasan seksual pada perempuan yang angkanya semakin naik dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar karena pemerintah lebih fokus pada tindakan kuratif ketimbang preventif.
“Pemerintah lebih fokus pada tindakan kuratif ketimbang preventif,” ujarnya kepada media-umat.info, Kamis (17/4/2025).
Menurut Iwan, pemerintah memang sudah mengeluarkan sejumlah regulasi pencegahan dan penindakan kekerasan seksual. Ada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Kemudian ada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Namun angka kekerasan seksual seperti yang dilaporkan Komnas Perempuan justru angkanya malah naik.
Iwan mengatakan, bila bicara kekerasan seksual termasuk perilaku seksual menyimpang mestinya dimulai dari pencegahan, terutama stimulan dorongan seksual. Tapi faktanya stimulan dorongan seksual malah makin membanjiri masyarakat. Konten-konten pornografi di media sosial bertebaran dan mudah diakses. Layanan video seksual dan prostitusi lewat media sosial juga kian meruyak. Semua nyaris tak tersentuh hukum. Seolah ada pembiaran.
Ditambah lagi Indonesia walau mayoritas Muslim, tapi bersikukuh tidak mau diatur dengan syariat Islam. Sehingga ada ruang luas mengekspresikan kebebasan seksual selama consent (suka sama suka). Mulai dari pakaian, pembuatan konten media sosial, sampai perzinaan juga leluasa dilakukan. Padahal ini menjadi stimulan perilaku kekerasan seksual.
Ia juga menyoroti buruknya penanganan dan perlakukan pria pada perempuan. Banyak lelaki berpikir kalau perempuan itu obyek pemuasan seksual. Semua perempuan bisa diperlakukan seperti itu. Akhirnya angka kekerasan seksual makin berlipat.
Iwan melihat, buruknya perlakukan terhadap perempuan datang akibat paham liberalisme-hedonisme. Kebebasan yang diumbar justru menjadikan perempuan sebagai tumbal. Posisi perempuan yang lemah membuat mereka rawan alami eksploitasi secara seksual. Dalam dunia hiburan seperti film, periklanan, dunia kerja, perempuan alami eksploitasi. Kerja sebagai pramugari misalnya harus cantik dan berpakaian ketat menampilkan lekukan tubuh mereka.
Iwan juga membeberkan, ringannya sanksi yang diberikan pada pelaku kejahatan seksual juga berpengaruh terhadap naiknya angka kejahatan seksual pada perempuan. Pelaku kejahatan seksual sering mendapat sanksi minimal. Bahkan dalam beberapa kasus, pelaku kerap membujuk atau mengintimidasi korban untuk berdamai. Sehingga sering dianggap selesai, padahal korban alami trauma yang dalam. Ironisnya, secara hukum, para predator seksual itu sering mendapatkan vonis yang ringan.
Terakhir, Iwan menegaskan, hanya dengan Islam kekerasan seksual terhadap perempuan akan selesai total. Dengan menerapkan kehidupan Islam, maka akan terjadi perubahan cara pandang hubungan pria dan wanita, budaya pergaulan keduanya, serta hukum yang melindungi warga serta memberikan efek jera pada pelaku.
Iwan menjelaskan, ajaran Islam memiliki cara pandang dan perlindungan yang paripurna untuk masyarakat, terutama kaum perempuan. Dalam Islam, perempuan setara kedudukannya dengan pria. Kaum perempuan juga mendapatkan perlindungan secara utuh mulai dari ekonomi, sosial dan hukum pidana.
Kemudian Islam melarang berbagai konten yang mengandung unsur pornografi, serta hubungan bebas pria dan wanita seperti ikhtilat, khalwat termasuk perzinaan. Ada sanksi keras bagi pelanggaran tersebut. Semuanya bertujuan melindungi masyarakat dan menciptakan kehidupan yang sehat secara sosial dan biologis seperti dari rusaknya nasab, aborsi, juga penyebaran penyakit kelamin.
“Maka, hanya Islam yang benar-benar menjamin perlindungan bagi perempuan. Mereka punya ruang aman yang luas dalam naungan syariat Islam,” pungkasnya.[] Agung Sumartono
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat