UIY: Perlu Kesetaraan untuk Capai Dialog Islam dan Barat

 UIY: Perlu Kesetaraan untuk Capai Dialog Islam dan Barat

Mediaumat.info – Untuk mewujudkan dialog terbaik antara Islam dan Barat plus tanpa hegemoni, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menekankan perlunya kesetaraan antara pihak yang berdialog.

“Dialog seperti itu, itu memerlukan kesetaraan,” ujarnya ujarnya dalam Focus to The Point: Omong Kosong Dialog Islam-Barat! di kanal YouTube UIY Official, Jumat (4/4/2025).

Sebab, menurutnya, apabila salah satu pihak terhegemoni maka yang terjadi sebenarnya bukanlah dialog tetapi okupasi atau subordinasi yang hegemonik sehingga dialog akan berlangsung tidak sehat.

Adalah dialog untuk menyelesaikan krisis di bumi Palestina, salah satunya, yang dilakukan oleh negara-negara Arab yang notabene tersekat nasionalisme, dan entitas penjajah Yahudi yang diakui sebagai negara Israel, dinilai UIY, tak bakalan menghasilkan solusi hakiki.

Pasalnya, dialog dimaksud tidak mengikutsertakan Palestina sebagai pihak yang notabene mengalami penderitaan. “Bagaimana mungkin dialog itu bisa menghasilkan solusi ketika dialog terjadi antara negara Zionis dengan negara Arab, Palestina tidak disertakan?” tandasnya.

Pun jika diajak berdialog, Palestina hanya dianggap sebagai kelompok perlawanan yang mungkin diwakili oleh PLO maupun Hamas yang tak memiliki kekuatan seimbang jika disandingkan dengan entitas penjajah Yahudi yang memiliki kekuatan militer dan dukungan besar dari negara-negara Barat.

Karena itu, alih-alih menghasilkan solusi, yang terjadi adalah hegemoni terus-menerus. “Kita bisa melihat sekian banyak dialog perdamaian atau perundingan perdamaian itu, mulai dari Oslo, mulai dari Madrid kemudian Camp David, Kairo dan segala macam,” singgung UIY.

Lebih jauh, yang terjadi justru semakin menguatkan pihak penjajah dan memperlemah Palestina. “Dulu ketika Palestina masih di bawah (naungan) Khilafah Utsmani, Yahudi itu hanya menguasai kurang lebih sekitar tiga sampai enam persen wilayah itu. Tapi ini hari ganti Palestina yang tinggal menguasai lima belas persen,” ungkapnya, yang berarti dialog dilakukan memang untuk memperkuat dan memperluas okupasi dan penjajahan.

Artinya, dialog terbaik tanpa hegemoni untuk menuntaskan persoalan Palestina bisa tercapai, jika dilakukan antara Islam dalam hal ini diwakili oleh Khilafah, dengan sesama negara yang setara termasuk Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.

“Kapan kesetaraan ini bisa terjadi? Ketika sama-sama, kalau (Barat) ini adalah institusi politik, Islam musti juga diwakili institusi politik, itulah Khilafah,” tandasnya.

Potensi Besar Umat Islam

Sebenarnya, kata UIY lebih lanjut, Barat mengetahui umat Islam pernah memiliki institusi politik berupa negara Khilafah yang menaungi umat Islam termasuk di Palestina, serta seluruh warga negaranya tanpa kecuali. Dan Barat juga tahu bahwa institusi politik yang kini telah tiada itu, sangat berpotensi tegak kembali.

Maknanya, Barat telah mengetahui bahwa Islam memiliki potensi besar untuk kembali menjadi sebuah peradaban global yang inklusif dan berkelanjutan.

Celakanya, ibarat film, ada yang membuat skenario, bertugas mengatur, mengarahkan dan menjalankan cerita, Barat termasuk AS dan sekutunya tak hanya memetakan kekuatan (mapping), tetapi memecah-belah sekaligus merencanakan konflik internal di kalangan umat Islam melalui berbagai pola untuk mencegah kebangkitan Islam.

Sebagaimana isi dari dokumen Rand Corporation yang terbit pada 2003 berjudul Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies, misalnya, menunjukkan dengan sangat jelas apa yang sesungguhnya Barat inginkan.

Bahkan pada tahun 2007, Rand menerbitkan lagi dokumen Building Moderate Muslim Networks yang memuat langkah-langkah membangun Jaringan Muslim Moderat pro-Barat di seluruh dunia.

Sekadar ditambahkan, baik Rand maupun Smith Foundation (pihak yang membiayai Pusat Penelitian dan Kajian Strategis tentang Islam di Timur Tengah yang berpusat di Santa Monica-California dan Arington-Virginia, AS), keduanya berafiliasi ke Zionisme internasional.

Dengan demikian, umat Islam mestinya sadar bahwa mereka tidak bisa berharap kepada orang lain selain menggantungkan nasib kepada diri mereka sendiri.

“Nasib umat Islam itu bergantung pada umat Islam sendiri, bergantung kepada kesadaran umat, bergantung kepada kekuatan umat dan perjuangan umat,” tegasnya.

Maka, pungkas UIY, di situlah pentingnya menumbuhkembangkan kesadaran umat untuk melahirkan tekad perjuangan sampai kembalinya lagi institusi politik sarat kekuatan dan kemuliaan yang sempat hilang, yakni Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.[] Zainul Krian

 

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *