Kurikulum Cinta, Mengandung Pluralisme atau Sinkretisme Agama?

 Kurikulum Cinta, Mengandung Pluralisme atau Sinkretisme Agama?

Mediaumat.info – Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra, menduga kurikulum cinta yang dirancang Kementerian Agama untuk diintegrasikan ke berbagai mata pelajaran di sekolah mengandung pluralisme atau sinkretisme agama.

“Maka, saya harus katakan bahwa kurikulum ini memang nampaknya cenderung mengandung pluralisme atau sinkretisme agama gitu ya,” ucapnya dalam Kabar Petang: Kurikulum Cinta Cetak Generasi Pluralis? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (10/3/2025).

Memang, ungkap Ahmad, ini baru gagasan. Namun dirinya mencoba membaca dan menarasikan serta menganalisa latar belakang berita terkait kurikulum ini. Mengingat, negeri ini memiliki pandangan yang khas dengan relasi agama-agama, terutama pemerintah. Maka patut diduga memang cenderung ke plularisme atau singkretisme agama.

“Nah, ini kalau kita sudah bicara pluralisme agama, sinkretisme agama, kan sebenarnya sudah bisa dipahami oleh umat Islam pada umumnya ya,” ujarnya.

Pluralisme agama itu, jelas Ahmad, adalah menempatkan kebenaran agama sebagai aspek yang relatif. “Jadi, kebenaran agama itu menjadi relatif, ini problem nantinya,” tambahnya.

Bahasan ini, lanjutnya, sebenarnya sudah dinarasikan lama sama orang-orang liberal, dan produk lama juga. “Cuma mungkin dikemas dengan bahasa yang lebih enak didengar, mungkin gitu ya,” ungkapnya.

Kemudian, lanjutnya lagi, nanti di dalam pluralisme agama juga ada istilah paradigma tentang dimensi esoteris. Dimensi esoteris agama-agama yang kalau bahasa pepatahnya itu ‘Banyak jalan menuju Roma’.

“Banyak agama menuju satu titik yang namanya Tuhan, itu pemahaman tentang dimensi esoteris. Nah, saya lihat nanti yang namanya kurikulum cinta itu, nampaknya ke arah sana saya, ke arah dimensi esoterisnya,” tegasnya.

Dimensi Esoteris

Kemudian dalam kesempatan tersebut, Ahmad, menjelaskan bahwa, dimensi esoteris ini meskipun beda nama agamanya, cara beribadahnya, tapi prinsipnya menuju satu Tuhan, sesembahan, dan ujung tujuan manusia sama.

“Maka, dari situlah kemudian, dibangunlah semacam pemahaman bahwa tidak cukup dong hanya menghormati, berarti harus lebih dari itu, lebih dalam lagi mencintai ya kan, mencintai,” bebernya.

Nah, sambungnya, ada rasa kekhawatiran, masukan terhadap negeri ini wajar, ini bukan termasuk mencurigai terhadap kebijakan yang ada atau yang akan dibuat.

“Ya, inilah bentuk sebenarnya, kepedulian umat Islam terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan yang berkaitan dengan agama,” katanya.

Melemahkan Identitas

Menurut Ahmad, justru adanya kurikulum ini, jika memang cenderung ke arah pluralisme atau sinkretisme, maka akan melemahkan identitas agama Islam sendiri.

“Kalau nanti kita masuk dalam jebakan, andaikan ya masuk dalam jebakan pluralisme dan sinkretisme, kalau nanti kurikulum ini arahnya ke sana, kecenderungan ke sana,” andainya.

Pluralisme, Ahmad menekankan, justru akan merusak konsep di dalam Islam itu sendiri.

“Kita tuh udah punya Lakum diinukum waliyadiin (Untukmu agamamu, dan untukku agamaku). Ini adalah konsep toleransi terbaik di antara agama dan alasan di dunia ini,” tegasnya.

“Islam ini justru lakum diinukum waliyadiin, gitu ya,” tambahnya.

Kajian tentang menyayangi, cinta sesama umat, tegas Ahmad, dalam Islam juga sudah ada.[] Nandang Fathurrohman

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *