PAKTA: Begal Problem Sistemik

Mediaumat.id – Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana menilai maraknya pembegalan saat ini karena masalah sistemik.
“Masalah begal ini masalah sistemik, tidak berdiri sendiri tapi berkaitan dengan aspek perekonomian, aspek ketegasan penegakan hukum, aspek edukasi. Ini jelas merupakan problem sistem yang enggak bisa diurai dengan satu sikap saja,” tuturnya di Kabar Petang: Begal Sadis Tembak Mati Saja? melalui kanal YouTube Khilafah News, Kamis (20/7/2023).
Karena problem sistemik, ia lalu menegaskan, kalau hanya dilakukan satu pendekatan, semisal begal ini ditembak ditempat oleh kepolisian, tidak akan efektif. Harus dilakukan secara integratif, komprehensif antara satu aspek dengan aspek yang lain.
“Salah satu pemicu orang membegal adalah desakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar. Mereka harus memberi makan anak, istri, dan tidak ada yang bisa diupayakan selain membegal. Akhirnya mereka membegal,” tukasnya.
Erwin menyayangkan, saat pembegalan terjadi, tidak diiringi tindakan tegas berupa sanksi hukum terhadap pelaku pembegalan.
“Kalau pun ada tindakan dari pihak kepolisian maka tindakan itu baru terjadi ketika diberikan ongkos perkara. Jadi ketika hilang motor, ngadu ke polisi maka bisa hilang mobil untuk biaya mencari motor. Dari 10 kasus, yang bisa ditumpas kepolisian paling hanya satu,” ucapnya mencontohkan.
Ditambah lagi, sambungnya, kalaupun begal tertangkap kemudian di penjara, hukumnnya tidak membuat pelaku jera.
“Di penjara semua fasilitas ada. Justru dengan dipenjara mereka bisa bertemu dengan kawan-kawan sesama pelaku kriminalitas. Mereka bisa kursus. Penjara menjadi tempat sekolah kriminal (school of crime), yang tadinya hanya bisa membegal motor masuk penjara jadi bisa membegal mobil. Lama-lama mereka bisa membegal apa saja. Akhirnya membuat kehidupan kita dipenuhi kriminalitas,” urainya.
Akar Masalah
Untuk bisa mengatasi masalah begal, Erwin berpendapat harus diurai dari akar masalahnya. “Jika pembegalan pada umumnya terjadi karena faktor ekonomi, maka langkah pertama harus dipenuhi aspek perekonomian ini. Yaitu memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat,” ucapnya.
Namun ia tidak yakin, apakah dalam iklim kapitalisme seperti sekarang ini menjamin terpenuhi kebutuhan masyarakat. “Tidak! Justru ketimpangan antara kaya dan miskin semakin dalam. Jadi ini yang harus dituntaskan dulu,” ungkapnya.
Setelah urusan ekonomi tuntas, lanjutnya, maka diurai berkaitan dengan ketegasan hukuman yang diberikan.
“Terkait tembak mati di tempat itu dapat saja dilakukan ketika misalnya si pembegal telah terbukti menghilangkan nyawa orang yang menjadi korbannya, tetapi harus melalui mekanisme peradilan,” tegasnya.
Erwin menandaskan, paradigma kapitalis tidak akan bisa menyelesaikan masalah perbegalan. Harus diganti dengan paradigma Islam sehingga distribusi kekayaan merata di tengah masyarakat.
Meski demikian, menurut Erwin, ekonomi saja belum cukup, harus ada sanksi tegas.
“Dalam Islam, begal tidak akan diberi ruang yang cukup untuk melakukan aksi kejahatan. Begal akan segera dikejar dan diproses di pengadilan serta diberikan sanksi hukum yang tegas. Bisa hukuman mati atau minimum dia akan dipotong kaki dan tangannya secara bersilang,” bebernya.
Disamping sanksi hukum yang tegas, ucapnya, Islam juga memiliki mekanisme kontrol di tengah masyarakat.
“Jangankan melakukan kejahatan, mengucapkan kata-kata tidak pantas saja maka akan ada nasehat dari lingkungannya. Dengan potret seperti ini kecil kemungkinan aksi begal berkembang dalam Islam, karena Islam itu adil,” ujarnya.
Erwin lalu berkesimpulan, solusi komprehensif masalah begal ini adalah kembali kepada implementasi Islam secara totalitas.
“Tapi ini tidak cukup hanya dengan seruan dari seseorang, harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen masyarakat untuk menerapkan Islam secara totalitas sehingga masalah bisa selesai secara totalitas,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun