Soal Pemakzulan, Analis: Hak Konstitusional WNI yang Memandang Adanya Kezaliman

Mediaumat.id – Surat terbuka yang dilayangkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana kepada DPR untuk memakzulkan Presiden Jokowi, dinilai Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan sebagai bagian dari pemenuhan atau pelaksanaan hak konstitusional seorang warga negara yang memandang telah terjadi kezaliman.
“Ini adalah bagian dari pemenuhan atau pelaksanaan hak konstitusi seorang warga negara yang kemudian memandang telah terjadinya kezaliman, telah terjadinya kondisi-kondisi yang kemudian layak untuk dilakukan usulan pemakzulan terhadap presiden,” ungkapnya kepada mediaumat.id, Sabtu (17/6/2023).
Karena jika dilihat secara faktual di lapangan, menurut Fajar, rezim ini banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sangat membebani rakyat, seperti UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, kemudian UU Cipta Kerja yang dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai inkonstitusional.
“Kebijakan-kebijakan yang zalim itu bentuk pengkhianatan presiden terhadap cita-cita negara yang di mana negara ini didirikan adalah untuk salah satunya mewujudkan kesejahteraan sosial,” jelasnya.
Namun, terkait peluang pemakzulan tersebut Fajar menilai menjadi masalah, jika dulu sebelum amandemen UUD 1945 presiden itu dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh MPR, hari ini pada sistem parlementer presiden dipilih oleh rakyat, memang diambil sumpah jabatan dan yang memberhentikan adalah MPR, tetapi MPR itu adalah utusan daerah atau DPD, bukan lagi utusan golongan atau utusan kelompok-kelompok sebagaimana MPR dahulu.
Selain itu, proses yang sulit adalah ketika di DPR karena DPR hari ini anggotanya adalah berasal dari partai yang sejalan dengan rezim.
“Jadi proses pemakzulan itu sendiri harus diproses, diinisiasi oleh DPR dengan menyatakan hak angket, jika mereka merasa presiden telah melakukan pelanggaran tadi, apakah mengkhianati cita-cita negara, atau melakukan korupsi,” jelasnya.
Setelah adanya hak angket tersebut, langkah selanjutnya adalah dengan hak menyatakan pendapat, hak menyatakan pendapat itulah yang bisa di bawa ke MK. MK kemudian bersidang dan memutuskan apakah benar terjadi pelanggaran konstitusi, jika iya maka tidak langsung membuat presiden diberhentikan, itu harus dibawa ke forum dan diuji lagi.
“Jadi sekarang ini relatif berbelit-belit, inilah celah yang saya kira dimanfaatkan oleh rezim untuk mengambil tindakan-tindakan yang mungkin untuk kepentingan kelompoknya,” ungkap Fajar.
Berbeda dalam sistem Islam, menurutnya jika seorang pemimpin sudah terbukti melakukan tindakan-tindakan yang mengkhianati agama, rakyat dan negara bisa langsung diproses pemakzulan.[] Ade Sunandar