Usulan Revisi UU IKN Dinilai Ugal-ugalan

 Usulan Revisi UU IKN Dinilai Ugal-ugalan

Mediaumat.id – Usulan pemerintah untuk merevisi UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) masuk Prolegnas Prioritas 2023 dinilai ugal-ugalan.

“Ini sudah ugal-ugalan. Negara ini dijalankan rezim dengan cara yang ugal-ugalan,” tutur Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan kepada Mediaumat.id, Senin (28/11/2022).

Menurutnya, problem utama di pemerintahan hari ini adalah mereka gemar sekali bertindak suka-suka. Jadi, apa yang menjadi keinginan rezim maka itu yang diaminkan oleh DPR. “Dan memang itu secara struktur politik kita yang sebagian besar partai politik sudah bisa dikonsolidasikan oleh rezim, itu menjadi problem. Artinya legislatif kita hari ini sudah menjadi tukang stempel bagi rezim,” tegas Fajar.

Terlebih lagi kalau dibahas secara mendalam, ini menjadi masalah. “Bagaimana mungkin sebuah undang-undang yang baru saja, belum setahun bahkan dikeluarkan kemudian akan minta direvisi? Ini berarti kan memang prosesnya tidak matang,” ujarnya.

Fajar memaklumi karena pembahasan RUU IKN ini memang dilakukan dengan kejar tayang. “Seingat saya pembahasan UU IKN ini dilakukan dalam waktu 42 hari. Karena rezim ini sangat ngebet agar itu ada undang-undangnya. Ada UU yang menjadi payung hukum untuk melegitimasi keputusan-keputusan yang diambil oleh rezim termasuk untuk menjadikan pemindahan negara ini sehingga menjadi legal secara konstitusi atau ada bantalan hukumnya,” ungkapnya.

Padahal, katanya, pada waktu itu sangat ditentang oleh semua kalangan. Hampir semua kalangan menentang adanya wacana untuk memindahkan ibu kota negara itu. “Karena masih banyak hal yang lebih penting dan lebih strategis pada waktu itu. Terlebih negeri ini sudah dihajar oleh covid dan masyarakat tidak melihat adanya urgensi dari proses pemindahan ibu kota negara itu. Lebih baik fokus pada upaya untuk penanggulangan covid, mengembalikan ekonomi nasional dan seterusnya,” ucapnya.

Tapi rezim ini memang luar biasa, tetap membabi buta dan meminta agar undang-undang IKN segera jadi dan kemudian undang-undang IKN bisa dirilis dalam waktu 42 hari pembahasan. “Tentu karena dari awal juga prosesnya sangat instan, minim konsultasi publik, jadi sangat dimaklumi kalau kemudian banyak kekurangan di sana-sini,” tambahnya.

Alat

Fajar juga memberikan beberapa catatan terkait usulan revisi UU IKN. Pertama, menjadi alat bagi rezim untuk menyempurnakan undang-undang IKN yang sudah ada saat ini.

Menurutnya, itu preseden buruk karena bisa mengacaukan tata kelola peraturan perundang-undangan. “Kalau seperti itu maka hancur negara ini. Bagaimana mungkin sebuah produk undang-undang, ini kan produk yang tertinggi dibawah undang-undang dasar, kemudian begitu mudah direvisi, begitu mudah diubah-ubah, dan mau diubah kapan saja?” ungkapnya.

Kedua, di balik usulan revisi UU IKN ini ada desakan-desakan dari para oligarki. “Tentu ada proses tawar-menawar dari oligarki, terkait dengan kemudahan berinvestasi, kemudian berusaha, lalu untuk memanfaatkan aset-aset negara, dan yang lain-lainnya, termasuk mungkin ada keistimewaan keistimewaan, termasuk fasilitas-fasilitas yang lain yang diberikan oleh pemerintah kepada para investor,” bebernya.

Menurutnya, setelah beberapa waktu yang lalu presiden jualan IKN itu kepada para investor. Ia melihat ada reaksi-reaksi, ada respons-respons yang diberikan oleh para calon investor. “Saya kira ini, mereka melakukan lobi-lobi. Dan tentu menjadi akan lebih legitimate kalau kemudian hasil-hasil itu dituangkan di dalam pasal-pasal revisi atau rencana revisi undang-undang IKN itu,” katanya.

Meskipun yang mengemuka di publik adalah bahwa rencana revisi UU IKN itu fokus kepada penguatan badan Otorita IKN, tapi di balik itu semua, kata Fajar, itu dalam rangka untuk memudahkan para oligarki merampok dan menguasai IKN.

“Jadi, alih-alih IKN itu menjadi legacy bagi pemerintah saat ini, dibangun atas inisiatif dari pemerintah, tapi justru kawasan-kawasan IKN ini, saya kira sudah diobral,” terangnya.

Bahaya

Fajar menilai, usulan revisi UU IKN ini bahaya. “Bagaimana mungkin sebuah ibu kota negara tapi kemudian dikonsesikan kepada swasta? Bagaimana kita bisa mengatur tentang sistem pertahanan keamanan dan lain-lainnya, kalau kemudian swasta juga kita undang masuk di dalam ibu kota negara itu?” jelasnya.

Ia mengira ini tidak lepas dari agenda untuk memuluskan proses revisi UU IKN itu. Kalau sebelumnya IKN itu dibangun dengan hanya 20 persen dari APBN selebihnya mengandalkan investasi, mungkin ke depan bisa jadi berbalik. “Bisa jadi fifty-fifty. 50 persen itu dialokasikan dari APBN, kemudian 50 persen lagi dari swasta. Karena respons swasta juga tidak antusias. Swasta itu juga ogah-ogahan. Karena melihat ini sebenarnya tidak prospek. Tidak jelas prospeknya,” tegasnya.

Menurutnya, masih ada keraguan dari investor untuk menanamkan modalnya. “Apakah benar-benar nanti kalau mereka melakukan investasi itu betul-betul menguntungkan atau tidak? Jadi ini masih ada sangsi, masih ada keraguan dari para investor. Untuk itu, di dalam revisi undang-undang IKN itu dimasukkan pula rencana-rencana untuk suatu pasal yang kemudian akan mengikat siapa pun yang akan menjadi presiden berikutnya untuk terikat menjalankan undang-undang IKN itu. Itu kan bahaya,” tandasnya.

Fajar menyayangkan, meskipun UU IKN itu banyak dikritik oleh publik, tetapi rezim ini seolah-olah tidak punya telinga. “Mereka berjalan terus tapi kemudian mereka akan mengikat siapa pun yang akan menjadi presiden ke depan harus melanjutkan proyek IKN ini,” ujarnya.

“Ini kan apa kalau bukan perampokan? Apa kalau bukan penjarahan? Dan intervensi kebijakan negara itu, saya yakin yang punya interest ke situ adalah para oligarki tadi,” imbuhnya.

Menurutnya, tentu oligarki itu juga ingin aman. Para investor mau investasi katakanlah sekian triliun tentu ingin mendapat jaminan. Sementara presiden sebentar lagi akan selesai masa jabatannya. Tinggal kurang dari 2 tahun selesai masa jabatannya. “Terus kalau kami investasi hari ini, apa jaminannya? Kan itu yang diminta oleh para investor,” ungkapnya.

Untuk itu, kata Fajar, kemudian presiden berpikir akan menyandera siapa pun yang akan menjadi presiden itu tidak akan bisa kemudian mengabaikan atau tidak melanjutkan proyek IKN. “Ini kan jahatnya luar biasa. Dan dugaan saya ini muncul desakan dari para investor itu,” cetusnya.

Karena investor itu juga butuh jaminan, kalau investor di sana mungkin akan baru mendapatkan untung pada tahun ke-10 atau tahun ke-15, apa jaminannya? Ini kemudian, kata Fajar, presiden sepertinya akan memberikan jaminan dengan cara menyandera bahwa siapa pun yang akan jadi penguasa di negeri ini maka dia harus melanjutkan kebijakan ugal-ugalan yaitu pemindahan ibukota negara yang tidak urgent itu.

“Katanya kita tidak punya uang tapi faktualnya kita berusaha mendanai proyek yang sangat ambisius itu,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *