Bencana Alam Datang karena Maksiat
Mediaumat.id – Secara iman, berbagai bencana alam yang sering terjadi di Indonesia seperti gempa dan banjir, dipandang Pakar Fikih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi, tidak lepas dari dosa dan maksiat yang dilakukan manusianya.
“Di dalam Islam kita mempunyai suatu keimanan bahwa musibah-musibah yang terjadi ini tidak bisa dilepaskan dari dosa yang dilakukan oleh manusia itu sendiri,” ujarnya dalam Kajian Fiqih: Tuntunan Islam Menyikapi Musibah, Jumat (25/11/2022) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.
Demikian itu ia sandarkan kepada firman Allah SWT yang artinya, ‘Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan (dosa) tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)’ (QS asy-Syura: 30).
Maka agar tidak termasuk manusia sombong, Islam memberikan tuntunan agar segera bertaubat dengan sungguh-sungguh. “Sudah seharusnya, dia bertaubat _nasuha_ kepada Allah SWT. Orang yang tak mau bertaubat setelah tertimpa musibah, adalah orang sombong dan sesat,” paparnya.
Padahal, dikarenakan terlalu banyaknya perbuatan dosa manusia, Allah SWT sebenarnya berhak menimpakan musibah. Tetapi, seperti halnya bunyi kalimat akhir dari ayat tersebut, Allah ternyata juga banyak memberikan pengampunan.
Dengan kata lain, tidak setiap dosa lantas kemudian dihukum dengan musibah. Meski setiap musibah memang disebabkan oleh dosa-dosa manusia.
“Di sinilah ada satu hadits yang harus menjadi pegangan kita, untuk kita tidak boleh sombong,” ucapnya, seraya menyampaikan hadits riwayat Imam Tirmidzi dimaksud yang artinya, ‘Setiap anak Adam memiliki kesalahan (dosa), dan sebaik-baik orang yang bersalah, adalah orang yang bertaubat’.
Gempa Cianjur
Sedangkan musibah berupa bencana gempa di Cianjur baru-baru ini, Kiai Shiddiq menyinggung merebaknya komunitas LGBT di sana. “Ada informasi, berita-berita satu atau dua tahun yang lalu, di sosmed banyak, saya baca di WA Itu ternyata di Cianjur itu muncul komunitas-komunitas gay, komunitas-komunitas LGBT,” bebernya.
Sehingga apabila dihubungkan dengan perkataan Allah SWT di dalam QS asy-Syura ayat 30 tadi, sangat jelas terdapat keterkaitan. “Apakah itu tidak dosa? Apakah itu bukan merupakan sesuatu yang membuat Allah murka? Itu dosa, LGBT,” tandasnya.
Menjawab itu, kata Kiai Shiddiq lagi, sebagai seorang Muslim apalagi pemimpin, tidak cukup melontarkan solusi yang bersifat teknis dan menyentuh permukaan saja.
Sebutlah pernyataan Presiden Joko Widodo yang ia kritik tentang perlunya membangun tempat tinggal penduduk di Cianjur dengan spesifikasi tahan gempa, tanpa menyampaikan pentingnya masyarakat menjauhi perbuatan dosa dan maksiat, seperti perilaku LGBT.
“Kalau saya yang menjadi pemimpin, saya akan bilang, bangun rumah yang anti gempa tetapi penduduknya itu juga harus anti maksiat, anti LGBT, tidak boleh ada LGBT di Cianjur,” sindirnya, dengan menyebut pernyataan presiden itu sebagai kedangkalan berpikir.
Dengan kata lain, kalau dirinya menjadi pemimpin, Kiai Shiddiq tidak akan mencukupkan diri dengan solusi permukaan saja. “Lah kok cuma seperti itu? Kan dangkal sekali,” tandasnya.
Apalagi sambung Kiai Shiddiq, presiden tersebut Muslim yang sudah semestinya mampu melihat bahwa musibah-musibah ini tidak bisa dilepaskan dari dosa-dosa yang dilakukan oleh rakyatnya.
Bahkan untuk diketahui, siapapun yang melakukan perbuatan LGBT yakni lesbian, gay, biseksual dan transgender, menurut kacamata Islam, kata Kiai Shiddiq, harus ditangkap dan diadili.
Syarat Taubat
Selanjutnya terkait dengan syarat taubat bisa diterima oleh Allah SWT, imbuhnya, paling tidak ada empat poin. Pertama, menyesali dosa yang telah dikerjakan pada masa lalu. Kedua, berhenti dari perbuatan dosanya itu. “Kalau pada saat bertaubat dia masih melakukan, dia berhenti,” jelasnya.
Ketiga, berazam atau bertekad kuat tidak akan mengulangi dosanya lagi di masa datang. Keempat, menyelesaikan terlebih dahulu terkait dengan perkara-perkara yang berhubungan dengan sesama, semisal belum membayar utang, pernah menggunjing seseorang, pernah menyakiti perasaan orang, dan sebagainya
Setelah taubat maka harus tetap istiqamah pada Islam. “Ini menjadi tuntunan Islam yang sangat penting,” tekan Kiai Shiddiq, tentang tuntunan Islam menyikapi musibah.
Pasalnya, tak jarang bagi mereka yang menjadi korban bencana alam, mengalami apa yang disebut kristenisasi. “Ada orang-orang memberikan iming-iming, makanan atau bahan makanan, pakaian, mungkin jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, tetapi syaratnya nanti ke Gereja,” urainya memisalkan.
Padahal dengan sangat tegas Allah SWT mengingatkan di dalam Al-Qur’an Surat Hud, ayat ke 112 yang artinya, ‘Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan’.
Pun harus dimengerti, perlakuan terhadap orang yang murtad tidak seperti di dalam sistem liberal saat ini. Tetapi dari sudut pandang Islam, perbuatan murtad termasuk dosa besar yang konsekuensinya pidana mati.
“Kalau dalam Islam ketika masyarakat Islam itu menerapkan syariah, orang yang murtad itu nanti akan dikenai sanksi pidana yaitu hukuman mati,” bebernya.
Makanya, menurut Kiai Shiddiq, sangat relevan bagi umat Islam dalam kondisi apapun untuk senantiasa istiqamah mempertahankan keislamannya. Agar, tidak termasuk golongan sebagaimana Allah SWT katakan dalam QS Al-Baqarah ayat 217, yang maknanya:
‘Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.’
“Mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmatNya, kasih sayangNya kepada kita, memberikan hidayahNya, memberikan petunjukNya kepada kita, dan inayahNya, pertolonganNya kepada kita dalam rangka menghadapi musibah yang ada,” pungkasnya.[] Zainul Krian