Aparat AS Tembaki Pria Kulit Hitam Hingga Tewas, Cerminan Masyarakat Sakit

 Aparat AS Tembaki Pria Kulit Hitam Hingga Tewas, Cerminan Masyarakat Sakit

Mediaumat.id – Tindakan sejumlah aparat AS yang menghujani tembakan kepada orang berkulit hitam hingga tewas karena diduga melakukan pelanggaran lalu lintas, dinilai Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi sebagai cerminan dari masyarakat AS yang sakit.

“Apa yang terjadi di Amerika dengan banyaknya penembakan termasuk penembakan terhadap warga kulit hitam ini sebenarnya tidak bisa dipisahkan dengan kondisi sakit masyarakat Amerika,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Rabu (6/7/2022).

Menurutnya, hal ini ditandai dengan tingginya tingkat kriminalitas bercampur dengan rasisme.

Pertama, memang kriminalitas tinggi di masyarakat Amerika dan tidak bisa di pungkiri kriminalitas ini dilakukan dengan senjata yang mematikan karena itu terkadang polisi Amerika mau tidak mau juga menggunakan kekerasanyang mematikan. “Jadi, kekhawatiran yang besar di kalangan polisi Amerika ketika menghadapi pelaku pelaku kriminalitas yang menggunakan senjata, ini yang pertama,” ungkapnya.

Namun, kata Farid, faktor rasisme ini juga dalam beberapa kasus mendorong kebencian terhadap ras-ras tertentu, terutama oleh ras kulit putih ini juga kemudian kerap kali mempengaruhi tindakan kepolisian Amerika dalam melakukan sesuatu. Tindakan yang over karena kebetulan atau karena target kriminal mereka itu adalah target yang mereka tindak itu adalah orang kulit hitam.

“Jadi, dua perkara ini, tingginya kriminalitas yang menggunakan senjata api yang jelas membahayakan dan menimbulkan kekhawatiran kepolisian, ditambah lagi dengan rasisme yang menguat di Amerika, inilah yang kemudian menyebabkan kenapa polisi terkadang di Amerika itu bertindak over reaktif,” bebernya.

Kolonialisme

Terkait berulangkali tindakan rasis yang dilakukan oleh aparat AS, menurutnya, tidak bisa serta-merta dikatakan kalau korbannya adalah kulit hitam, maka disebut rasis.

“Harus ada bukti-bukti yang jelas, karena kalau itu memang penindakan terhadap pelaku yang membahayakan tentu tidak bisa langsung disebut rasis tapi memang kerap kali dua hal ini bersamaan, penggunaan senjata api yang membahayakan kepolisian dan prasangka rasisme yang tinggi,” ungkapnya.

Ia menilai rasisme ini memang menjadi penyakit akut di Amerika dan ini sebenarnya berakar jauh pada ideologi kapitalisme yang dibangun sebagai ideologi kolonialisme.

“Cara pandang kolonialisme itu adalah cara pandang yang sebenarnya rasis. Bagaimana orang-orang Eropa menganggap orang-orang di luar Eropa yang sebenarnya mereka ingin jajah, mereka eksploitasi, itu sebagai manusia dengan ras yang rendah, sementara ras mereka, ras Eropa, yang kulit putih itu dianggap ras yang tinggi,” bebernya.

Jadi, eksploitasi terhadap wilayah-wilayah di luar Eropa yang dilakukan dengan paradigma kapitalisme ini, lanjutnya, memang tidak bisa dipisahkan dari paradigma rasis yang bersamaan dengan motif penjajahan kolonialisme yang muncul di Eropa. “Di samping kerakusan harta, kerakusan terhadap materi, anggapan yang menganggap orang-orang di luar Eropa itu adalah ras yang rendah, ini semacam menjadi pembenaran terhadap kejahatan mereka di wilayah-wilayah yang lain,” katanya.

Menurutnya, pandangan rasisme ini juga menganggap bahwa peradaban yang diusung oleh ras Eropa ini adalah peradaban yang lebih tinggi sementara wilayah-wilayah lain, di luar Eropa adalah peradaban yang rendah. “Jadi, ini berakar dan terkait dengan pandangan kolonialisme yang sebenarnya sangat rasisme,” tegasnya.

Ia menilai hanya Islam yang bisa menyelesaikan persoalan rasis ini. “Karena Islam tidak memandang tinggi rendahnya seseorang itu berdasarkan rasnya, warna kulitnya, kebangsaannya, sukunya, tapi dalam Islam kemuliaan seseorang itu ditentukan oleh ketakwaannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ketakwaan inilah yang menentukan apakah seseorang itu mulia atau tidak,” terangnya.

Menurutnya, ketakwaan itu tidak memandang manusia dengan ras apa pun, dengan suku apa pun, dengan warna kulit apa pun, bangsa apa pun. “Semua bisa bertakwa, baik kaya atau miskin bisa bertakwa,” ujarnya.

Inilah yang membuat Islam itu, kata Farid, bisa menghilangkan masalah rasisme karena Islam memandang manusia itu sama di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Inilah yang dialami oleh Malcolm X, seorang aktivis kulit hitam yang awalnya sangat anti kepada warna kulit putih karena merasa kulit putih ini penindas ras kulit hitam. Tapi ketika dia menunaikan ibadah haji di Mekah. Dia melihat bagaimana Islam itu menyatukan manusia,” ungkapnya.

“Berkumpulnya manusia dari berbagai penjuru dunia, dari berbagai ras, berbagai suku, berbagai bangsa, berbagai warna kulit, berbaur bersama, melakukan ibadah bersama, thowaf di tempat yang sama, sai di tempat yang sama, wukuf di tempat yang sama, berbaur, saling tolong menolong satu dengan yang lain, saling mendoakan satu dengan yang lain,” tambahnya.

Ini yang kemudian merubah pandangan Malcolm X, kata Farid, terhadap persoalan ras dan hal ini jugalah yang banyak membuat orang-orang tersadarkan dengan Islam karena Islam menjadikan kemuliaan itu ditentukan oleh ketakwaannya bukan oleh warna kulitnya.

Inna akramakum indallahi atqakum,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *