Gaji tak Naik Harga Kebutuhan Melangit, Rakyat Jangan Menjerit

 Gaji tak Naik Harga Kebutuhan Melangit, Rakyat Jangan Menjerit

Oleh: Heni Trinawati, S. Si. | Owner Khlamby

Gaji tak naik, harga kebutuhan melangit tapi rakyat diminta tidak menjerit, bagaimana mungkin?

Mungkin menurut elit politik, rakyat cukup diberi tontonan drama yang dimainkan para elit penguasanya sendiri. Aneka anekdot mereka lontarkan terkait dengan masalah yang dihadapi rakyatnya.

Mulai dari cukup makan dua buah pisang yang setara dengan makan nasi, masyarakat diminta merebus, mengukus masakannya ketika mereka tak sanggup lagi membeli minyak goreng. Rakyat juga dibuat gemas dengan komentar Dirut Pertamina yang mengatakan kompetitor Pertamina naik Rp. 16.000 pada ribut enggak?

Ibarat anak ayam kehilangan induknya itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi rakyat sekarang.

Mereka memiliki pemerintah atau pelayan, namun hanya menikmati gajinya saja tanpa mau melayani sepenuh hati majikannya (rakyat).

Hal ini nampak pada setiap solusi yang ditawarkan senantiasa tidak berpihak kepada rakyatnya.

Solusi yang terkesan minim pengkajian, hanya pengulangan dan bersifat temporal tak sanggup menjawab derita rakyat akibat kenaikan harga-harga barang yang belum menunjukkan tanda-tanda akan turun atau berhenti.

Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjadi jurus andalan di setiap masalah, dan berulang hampir setiap tahun menjelang Ramadhan.

Padahal realitas pemberian dana BLT justru menimbulkan masalah yang tak berkesudahan. Mulai dari konflik horizontal, nepotisme bahkan menjadi lahan basah korupsi di setiap jenjang kekuasaan. Selain dari pada itu, dana BLT juga menimbulkan kenaikan beban negara yang berimbas pada naiknya pajak di kemudian hari.

Negara senantiasa mengeluhkan bantuan dan subsidinya kepada rakyatnya untuk mengamini release -nya kebijakan berikutnya yang sering mencekik rakyat.

Padahal itulah fungsi utama mereka, menjadi pelindung umat. Sehingga tak layak mereka merasa rakyat menjadi beban negara karena besarnya anggaran subsidi maupun bantuan yang diberikan kepada rakyatnya.

Sudah menjadi kewajiban bagi negara melayani rakyatnya dengan sepenuh hati. Negara sudah dibekali oleh Allah kekayaan alam yang melimpah ruah. Di sana mereka yaitu para penguasa bisa mengelolanya sebagai bekal materiil untuk melayani rakyatnya. Bukan untuk diberikan kepada swasta baik individu maupun coorporate.

Selain memberikan kekayaan alam yang melimpah di setiap negeri, Allah juga telah memberikan seperangkat rambu-rambu pengelolaannya atas kuasa siapa dan di distribusikan kemana.

Rasulullah bersabda, “kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Islam melarang negara memprivatisasi kekayaan alam, bahkan menjadikan utang sebagai solusi bagi pendanaan negara.

Masih ada kesempatan bagi para pemangku kebijakan untuk segera bertaubat kepada Allah. Apalagi di bulan suci Ramadhan dengan kembali kepada seruan Allah dan Rasul-Nya menerapkan Islam secara kafah. Maka keberkahan kan didapat, dan kesejahteraan masyarakatnya adalah sebuah keniscayaan.

WaAllahu’alam

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *