10 Tahun Perang Suriah, Pengamat: Intervensi Barat Bungkam Perjuangan Islam

Mediaumat.news – Menyoroti Perang Suriah yang sudah berlangsung selama 10 tahun, Pengamat Politik Internasional Farid Wadjdi menilai apa yang terjadi di Suriah karena intervensi Barat untuk membungkam aspirasi umat Islam dalam memperjuangkan Islam.
“Intinya apa yang terjadi di Suriah itu tidak bisa dilepaskan dari intervensi Barat untuk membungkam aspirasi umat Islam memperjuangkan Islam,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Kamis (11/3/2021).
Menurutnya, Barat dalam hal ini AS berupaya untuk mendesain perubahan di Suriah mirip dengan perubahan di Mesir atau di Tunisia yang bisa mereka kendalikan tapi untuk Suriah mereka tidak bisa mengendalikannya. “Muncullah mujahidin-mujahidin yang menginginkan penegakan syariat Islam. Hal ini kemudian membuat Barat mengorbankan prinsip penting mereka demokrasi ataupun HAM dengan justru memperkuat Bashar Assad,” ujarnya.
Meskipun awalnya AS berupaya untuk membentuk pemerintahan oposisi untuk menggeser Bashar Assad, namun, menurut Farid, karena pemerintahan oposisi ini gagal akhirnya AS memilih mendukung pemerintah Bashar Assad termasuk membiarkan Rusia melakukan pembantaian dan membiarkan Iran masuk ke Suriah memperkuat Bashar Assad.
“Jadi, perang ini kemudian menjadi perang yang sangat ideologis karena ada tuntutan dari aspirasi satu masyarakat untuk memperjuangkan syariat Islam termasuk khilafah dan ini yang kemudian membuat musuh-musuh Islam bersatu untuk menghentikan bibit-bibit yang oleh mereka sangat mengancam bagi Barat yakni munculnya negara yang berbasis pada syariat Islam yang akan mengguncang Timur Tengah. Itu yang membuat Barat dan negara-negara regional di sekitar Suriah benar-benar fokus untuk kemudian menghentikan revolusi Suriah yang menginginkan penegakan Islam,” ungkapnya.
Arab Spring
Farid mengatakan, penyebab konflik di Suriah yang berkepanjangan itu tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Arab spring pada waktu itu. Mulai dari Tunisia, dan bergerak di negara Timur Tengah lainnya seperti Mesir, Bahrain, termasuk Libya dan Suriah.
“Berbeda dengan Arab spring di tempat lain. Arab spring atau demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Suriah untuk menuntut diturunkannya rezim Bashar Assad yang dianggap gagal, disikapi oleh rezim Bashar Assad dengan sikap yang kejam dengan melakukan penangkapan, pembunuhan dan pembantaian,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurutnya, perjuangan masyarakat Suriah melawan rezim Bashar yang tadinya adalah perjuangan damai sampai pada titik kemudian mereka melakukan perlawanan dengan mengangkat senjata karena melihat kekejaman rezim Bashar Assad.
“Perang ini kemudian menjadi perang yang berkepanjangan tidak lain karena isu yang berbeda dengan Arab spring dari negara-negara yang lain, di Suriah ini ada keinginan dari masyarakat untuk menegakkan syariat Islam sampai kemudian menegakkan khilafah,” tandasnya.
Jadi, lanjut Farid, aspirasi inilah yang kemudian sangat mengkhawatirkan Barat.
Perang Menyedihkan
Farid mengatakan Perang Suriah ini adalah perang yang sangat menyedihkan yang tengah terjadi di tubuh umat ini.
“Perang Suriah adalah perang yang sangat menyedihkan dengan korban yang sangat besar. Diperkirakan sejak pecah konflik lebih dari 300 ribu orang terbunuh yang dilakukan rezim Bashar Assad bersama dengan pendukung-pendukungnya AS dan Rusia. Perang ini telah menyebabkan jutaan rakyat Suriah harus mengungsi dan sebagian besar mereka hidup di kamp-kamp pengungsi yang menyedihkan,” ungkapnya.
Ia menilai, Perang Suriah merupakan cerminan dari kerakusan, kebobrokan dan kejahatan negara-negara imperialis seperti AS dan Rusia. “Mereka adalah negara-negara yang tidak memperhatikan dan tidak peduli terhadap nyawa umat manusia,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini sekaligus menunjukkan kegagalan dari ideologi kapitalisme untuk mencegah pembantaian dan pembunuhan di tengah-tengah manusia. “Alih-alih ideologi kapitalisme bisa membawa perdamaian dunia, justru ideologi ini menjadi pangkal penyebab berbagai pembantaian dan pembunuhan yang terjadi di dunia ini, berbagai konflik dan berbagai perang termasuk yang terjadi di Suriah,” tegasnya.
Ia juga mengatakan, Perang Suriah ini mencerminkan kekejaman rezim-rezim represif di tengah-tengah umat yang termasuk di Suriah. “Kekejaman Bashar Assad yang rela untuk membunuh dan membantai rakyatnya sendiri. Mereka ini adalah boneka-boneka Barat yang didukung oleh Barat untuk kepentingan-kepentingan Barat. Rezim-rezim represif ini sesungguhnya adalah rezim-rezim yang lemah kecuali mereka didukung oleh Barat,” ungkapnya.
Jadi, lanjut Farid, perang ini juga menunjukkan kegagalan penguasa-penguasa di negeri Islam untuk melindungi rakyatnya sendiri. Alih-alih melindungi rakyatnya sendiri, justru penguasa-penguasa di negeri Islam seperti Bashar Assad melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri untuk kepentingan negara-negara imperialis.
Terakhir, Perang Suriah ini menurut Farid, juga menunjukkan standar ganda kebohongan dan kedustaan Barat. “Satu sisi mereka bicara tentang HAM, perdamaian dan demokrasi, tapi di sisi lain mereka justru menjadi pendukung rezim Bashar Assad yang sangat kejam di Suriah. Meskipun Bashar Assad melakukan kekejaman terhadap rakyatnya sendiri, mereka justru mendukung dengan kekuatan penuh rezim Bashar Assad ini,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it